Media So-sial??
Tidak bisa dipungkiri, pengaruh paling besar dalam sebuah pembentukan karakter seseorang itu dimulai dari hal-hal yang paling dekat dalam kehidupannya. keluarga, lingkungan, institusi, serta teman-teman sepergaulan. bagaimana mengenali sikap seseorang akan mudah dinilai jika kita melihat keseluruhan aspek yang melatarbelakanginya tadi. sadar atau tidak, hal tersebut memanglah sudah hukum alam. sekuat apapun kita mengelak dari kesemua hal tersebut, benih-benih pengaruh itu pasti akan tetap ada. namun bukan hal yang mustahil pula, seiring berkembangnya zaman dan pengaruh teknologi informasi saat ini, media sosial juga bisa dijadikan salah satu faktor yang juga ikut andil sebagai sumbangsih pembangunan karakter tersebut.
loh kok bisa? iya jelas bisa dong.
pernah mendengar ungkapan yang mengatakan "anti sosial karena media sosial?". ungkapan inilah yang menggambarkan bahwa pergeseran arti dari 'nilai sosial' jaman dulu dan sekarang itu berbeda. seseorang yang sudah terlalu asik dengan media sosialnya akan lebih mudah terlihat seperti orang yang anti sosial.
gak percaya? coba saja perhatikan orang-orang di sekitar kalian.
mungkin beberapa orang berpendapat bahwa justru dengan media sosial lah kita bisa semakin bersosialisasi.
oke, untuk yang sependapat dengan hal tersebut silahkan saja, toh semua orang memiliki cara pandangnya masing-masing. dan sebagai makhluk yang dibesarkan dengan sikap toleransi, maka sudah sepatutnya anggapan tersebut diterima sebagai bagian dari proses belajar untuk memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk.
Sebagai seorang anak yang dulunya pernah hidup di kampung/desa, hal ini justru sangat jelas terlihat. mungkin akan sedikit berbeda jika lahirnya saja aku sudah langsung dirumah sakit ternama yang ada di salah satu kota besar. jelas, dari sini faktor lingkungan bisa sangat mendominasi setelah keluarga.
pada era 90-an menuju ke milinium, dimana media sosial tidak sebooming saat ini, aku bisa melihat mana orang-orang yang benar-benar memiliki jiwa sosial atau yang hanya sekedar ikut-ikutan men-sosial. hal ini terlihat dari apresiasi langsung yang ditunjukkan tanpa hanya berkoar-koar saja.
tapi sekarang, alih-alih mengaku bahwa mereka adalah makhluk sosial, yang ada justru terlihat seperti anti sosial. dan yang lebih parahnya lagi adalah kalau apa yang diumbar ke media sosial itu ternyata malah terlihat seperti para calon pemimpin yang suka obral janji saat hendak mencalonkan diri. *tidak semuanya loh ya..
lalu hal lain yang kurang berkesan sehingga memberikan pengaruh negatif yang mengatasnamakan ke-so-si-al-an ini adalah timbulnya dampak prilaku baru, yaitu stalking atau stalker atau dalam bahasa gaulnya sering di sebut kepo.
ya atau tidak? teman-teman pasti lebih bisa menilainya sendiri.
sejauh pengamatanku selama berada di Eropa, khususnya penduduk Belanda, mereka bukanlah tipikal orang yang terlalu konsumtif dengan gadgetnya. meski handphone yang rata-rata digunakan di negara ini adalah sebuah handphone keren sekelas Apple, dan akses wifi gratis yang disediakan juga bertebaran dimana-mana. kebanyakan dari mereka hanya akan lebih banyak menggunakan email sebagai media komunikasi. bukan facebook, path, instagram, dll. mereka bukanlah orang yang konsumtif untuk semua aplikasi yang diberikan oleh internet itu, mereka tau mana yang lebih bermanfaat dan juga tidak. dan dari beberapa tulisan yang ada di mbah google juga menunjukkan bahwa penikmat media sosial terbesar justru berasal dari benua Asia.
Namun meskipun begitu, aku juga adalah salah satu pengguna dari media sosial tersebut. karena memang tidak bisa dipungkiri, sebagai makhluk yang akan terus berkomunikasi, media sosial memberi bantuan yang tidak sedikit. dan mungkin karena aku juga telah lama dibesarkan dalam lingkup "asia", aku jadi ikut-ikutan kecanduan. balik lagi, faktor lingkungan memberikan sumbangsihnya terhadapku.
salah satu jejaring sosial yang aku miliki adalah blog ini. meski dari apa yang aku lakukan termasuk kedalam bentuk komunikasi semi dua arah, yang artinya tidak terjadi timbal balik secara langsung dan berkesinambungan, akan tetapi blog ini bisa membantuku untuk setidaknya berbagi informasi tentang apa yang pernah aku alami. (yang baik silahkan diambil, yang lain abaikan saja)
Nah... balik lagi ke masalah media sosial yang justru menjadikan beberapa manusia anti sosial ini, aku punya sedikit cerita. beberapa minggu yang lalu, akhirnya aku bisa menghubungi teman lamaku melalui jejaring sosial, facebook. aku dan temanku ini sudah hampir sekitar 9 tahun tidak pernah bertemu. seperti biasa, layaknya percakapan yang terjadi karena sudah terpisah waktu yang cukup lama, kami saling bertanya kabar dan sedikit basa-basi dengan keadaan saat ini. namun dari semua pertanyaan yang dia lontarkan, ada satu pertanyaan yang membuatku tersenyum sendiri.
"eh, kamu punya whatsapp, line, bbm, instagram, path, atau flickr ga? biar kita bisa enak komunikasiannya. biar bisa saling lihat-lihat keadaan juga"
dalam hati aku cuma membatin. ini orang kayaknya semua jejaring sosial dia punya ne. astagaaa.. tapi aku harus tetap menjawab pertanyaannya.
"banyak banget yang di tanya.. kan kita udah bisa komunikasi lewat facebook kayak sekarang. cukup kan?"
"ya biar seru aja lah.. lagian kamu juga lagi di luar negeri kan sekarang. sayang kalau di sia-siain ga ngapload foto banyak-banyak di sosmed. haha..." dia tertawa melalui emoticon yang dikirimkannya melalui chatting room.
Oke, dalam percakapan kami yang membahas media sosial tadi tidak berhenti hanya sampai disitu. yang sebenarnya terjadi adalah dia justru ngotot untuk menyuruhku membuat instagram, path, dan teman-temannya tersebut. tapi aku hanya menimpali sekenanya saja.
"in shaa Allah nanti aja ya kalau pengen". *ngeles sebisanya.
terus terang, sampai saat ini aku sendiri malah masih bertanya-tanya. sebenarnya orang-orang yang punya jejaring sosial buaanyak banget itu gunanya untuk apa sih? toh dari beberapa yang aku tau, mereka yang punya seabrek jejaring sosial tadi juga isi dari pertemanannya ya itu-itu aja. terus foto yang di upload juga kebanyakan saling sambung-menyambung antara jejaring sosial yang satu dan lainnya. istilahnya biasa dikenal dengan sinkronisasi.
lalu kalau udah begitu, faedahnya apa? buat pamer, buat gaya-gayaan doang biar ga terkesan jadul, atau buat apa??
jujur sampai detik ini aku memang belum paham dan menangkap maksud dari banyaknya akun yang dibuat pada media sosial tersebut. mungkin dengan berjalannya waktu nanti, lambat laun aku akan memahami, atau sebaliknya.
yang ada dipikiranku saat ini biarlah terkesan norak atau ketinggalan zaman, yang penting aku bisa mengenali apa manfaat dari media sosial yang aku punya. dan setidaknya dari sikap yang seperti ini pula, aku bisa mengerem rasa keingintahuan yang sebenarnya tidak ada manfaatnya.
*tulisan ini hanyalah sebuah refleksi dangkal dari seseorang yang sedang berfikir untuk menghapus salah satu jejaring sosial yang dia punya :)
loh kok bisa? iya jelas bisa dong.
pernah mendengar ungkapan yang mengatakan "anti sosial karena media sosial?". ungkapan inilah yang menggambarkan bahwa pergeseran arti dari 'nilai sosial' jaman dulu dan sekarang itu berbeda. seseorang yang sudah terlalu asik dengan media sosialnya akan lebih mudah terlihat seperti orang yang anti sosial.
gak percaya? coba saja perhatikan orang-orang di sekitar kalian.
mungkin beberapa orang berpendapat bahwa justru dengan media sosial lah kita bisa semakin bersosialisasi.
oke, untuk yang sependapat dengan hal tersebut silahkan saja, toh semua orang memiliki cara pandangnya masing-masing. dan sebagai makhluk yang dibesarkan dengan sikap toleransi, maka sudah sepatutnya anggapan tersebut diterima sebagai bagian dari proses belajar untuk memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk.
Sebagai seorang anak yang dulunya pernah hidup di kampung/desa, hal ini justru sangat jelas terlihat. mungkin akan sedikit berbeda jika lahirnya saja aku sudah langsung dirumah sakit ternama yang ada di salah satu kota besar. jelas, dari sini faktor lingkungan bisa sangat mendominasi setelah keluarga.
pada era 90-an menuju ke milinium, dimana media sosial tidak sebooming saat ini, aku bisa melihat mana orang-orang yang benar-benar memiliki jiwa sosial atau yang hanya sekedar ikut-ikutan men-sosial. hal ini terlihat dari apresiasi langsung yang ditunjukkan tanpa hanya berkoar-koar saja.
tapi sekarang, alih-alih mengaku bahwa mereka adalah makhluk sosial, yang ada justru terlihat seperti anti sosial. dan yang lebih parahnya lagi adalah kalau apa yang diumbar ke media sosial itu ternyata malah terlihat seperti para calon pemimpin yang suka obral janji saat hendak mencalonkan diri. *tidak semuanya loh ya..
lalu hal lain yang kurang berkesan sehingga memberikan pengaruh negatif yang mengatasnamakan ke-so-si-al-an ini adalah timbulnya dampak prilaku baru, yaitu stalking atau stalker atau dalam bahasa gaulnya sering di sebut kepo.
ya atau tidak? teman-teman pasti lebih bisa menilainya sendiri.
sejauh pengamatanku selama berada di Eropa, khususnya penduduk Belanda, mereka bukanlah tipikal orang yang terlalu konsumtif dengan gadgetnya. meski handphone yang rata-rata digunakan di negara ini adalah sebuah handphone keren sekelas Apple, dan akses wifi gratis yang disediakan juga bertebaran dimana-mana. kebanyakan dari mereka hanya akan lebih banyak menggunakan email sebagai media komunikasi. bukan facebook, path, instagram, dll. mereka bukanlah orang yang konsumtif untuk semua aplikasi yang diberikan oleh internet itu, mereka tau mana yang lebih bermanfaat dan juga tidak. dan dari beberapa tulisan yang ada di mbah google juga menunjukkan bahwa penikmat media sosial terbesar justru berasal dari benua Asia.
Namun meskipun begitu, aku juga adalah salah satu pengguna dari media sosial tersebut. karena memang tidak bisa dipungkiri, sebagai makhluk yang akan terus berkomunikasi, media sosial memberi bantuan yang tidak sedikit. dan mungkin karena aku juga telah lama dibesarkan dalam lingkup "asia", aku jadi ikut-ikutan kecanduan. balik lagi, faktor lingkungan memberikan sumbangsihnya terhadapku.
salah satu jejaring sosial yang aku miliki adalah blog ini. meski dari apa yang aku lakukan termasuk kedalam bentuk komunikasi semi dua arah, yang artinya tidak terjadi timbal balik secara langsung dan berkesinambungan, akan tetapi blog ini bisa membantuku untuk setidaknya berbagi informasi tentang apa yang pernah aku alami. (yang baik silahkan diambil, yang lain abaikan saja)
Nah... balik lagi ke masalah media sosial yang justru menjadikan beberapa manusia anti sosial ini, aku punya sedikit cerita. beberapa minggu yang lalu, akhirnya aku bisa menghubungi teman lamaku melalui jejaring sosial, facebook. aku dan temanku ini sudah hampir sekitar 9 tahun tidak pernah bertemu. seperti biasa, layaknya percakapan yang terjadi karena sudah terpisah waktu yang cukup lama, kami saling bertanya kabar dan sedikit basa-basi dengan keadaan saat ini. namun dari semua pertanyaan yang dia lontarkan, ada satu pertanyaan yang membuatku tersenyum sendiri.
"eh, kamu punya whatsapp, line, bbm, instagram, path, atau flickr ga? biar kita bisa enak komunikasiannya. biar bisa saling lihat-lihat keadaan juga"
dalam hati aku cuma membatin. ini orang kayaknya semua jejaring sosial dia punya ne. astagaaa.. tapi aku harus tetap menjawab pertanyaannya.
"banyak banget yang di tanya.. kan kita udah bisa komunikasi lewat facebook kayak sekarang. cukup kan?"
"ya biar seru aja lah.. lagian kamu juga lagi di luar negeri kan sekarang. sayang kalau di sia-siain ga ngapload foto banyak-banyak di sosmed. haha..." dia tertawa melalui emoticon yang dikirimkannya melalui chatting room.
Oke, dalam percakapan kami yang membahas media sosial tadi tidak berhenti hanya sampai disitu. yang sebenarnya terjadi adalah dia justru ngotot untuk menyuruhku membuat instagram, path, dan teman-temannya tersebut. tapi aku hanya menimpali sekenanya saja.
"in shaa Allah nanti aja ya kalau pengen". *ngeles sebisanya.
terus terang, sampai saat ini aku sendiri malah masih bertanya-tanya. sebenarnya orang-orang yang punya jejaring sosial buaanyak banget itu gunanya untuk apa sih? toh dari beberapa yang aku tau, mereka yang punya seabrek jejaring sosial tadi juga isi dari pertemanannya ya itu-itu aja. terus foto yang di upload juga kebanyakan saling sambung-menyambung antara jejaring sosial yang satu dan lainnya. istilahnya biasa dikenal dengan sinkronisasi.
lalu kalau udah begitu, faedahnya apa? buat pamer, buat gaya-gayaan doang biar ga terkesan jadul, atau buat apa??
jujur sampai detik ini aku memang belum paham dan menangkap maksud dari banyaknya akun yang dibuat pada media sosial tersebut. mungkin dengan berjalannya waktu nanti, lambat laun aku akan memahami, atau sebaliknya.
yang ada dipikiranku saat ini biarlah terkesan norak atau ketinggalan zaman, yang penting aku bisa mengenali apa manfaat dari media sosial yang aku punya. dan setidaknya dari sikap yang seperti ini pula, aku bisa mengerem rasa keingintahuan yang sebenarnya tidak ada manfaatnya.
*tulisan ini hanyalah sebuah refleksi dangkal dari seseorang yang sedang berfikir untuk menghapus salah satu jejaring sosial yang dia punya :)
Comments
Post a Comment