Perihal ini Kunamai Cinta
Sebenarnya tema ini sangat berat untuk ditulis. Sangat sulit pula untuk menemukan pemecahan yang benar-benar pas kepada siapapun pelakunya. Sesuatu yang terkadang sangat menyita hati dan pikiran sebelum akhirnya memutuskan pilihan. Ini tentang mencintai dan dicintai.
Jika dua kata itu dikondisikan pada sesuatu yang tepat pada tempatnya, maka sungguh hanya kata bahagia dan syukurlah yang akan selalu dirasa. Makhluk Allah mana yang tidak menyukai perasaan ini? mencintai dan dicintai oleh orang yang tepat lagi halal. Bahkan bagi makluk tak berfikiran sekalipun menjadi diperlakukan amat istimewa dengan penuh rasa cinta akan menjadi sebuah kebahagian yang tak terkira.
Nyatanya, apa-apa yang terlihat indah itu tidak mudah untuk diraih. Selalu ada perjuangan serta kisah lain yang melatarbelakanginya. Sama seperti mencintai sang pencipta, bukankah tidak semua dari kita mampu untuk benar-benar mengaplikasikannya tanpa ada pembuktian nyata? bukankah cinta padaNya juga perlu tindakan yang bukan hanya omong belaka? Inilah hidup, antara harapan dan kenyataan seringkali tak berjalan beriringan.
Aku menyaksikan sekitar, mendengar keluh kesahnya, dan tak jarang pula merenungkan tentang kisah-kisah ini. Kisah yang sebenarnya begitu dekat dengan dunia kita, dunia para wanita pada khususnya. Dunia yang mengharuskan kita untuk dipilih, meski tak jarang yang memilih.
Pernah suatu waktu, tanpa angin tanpa hujan, pertanyaan sakral dan mendalam itu terujar. "menurutmu lebih memilih menikahi orang yang kamu cintai atau dia yang mencintaimu?". Aku terdiam beberapa saat, mencoba berfikir untuk memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan itu. Tapi nyatanya, sejauh pemahamanku akan pertanyaan tadi aku tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Sahabatku, bagaimana aku bisa menjawabnya jika menikah saja belum pernah? Bagaimana aku menjawabnya jika sudah cukup lama aku sendiri memutuskan untuk tidak memberikan kedua perasaan itu pada lawan jenisku. Bukan tidak bisa, hanya tidak mau. Rasanya akan menjadi sia-sia jika apa yang sejatinya murni harus disia-siakan begitu saja kepada orang yang belum halal untuk dimiliki.
Sejurus kemudian, aku yang justru kembali bertanya kepadanya. "Pilih mencintai atau dicintai?". Pertanyaan yang sejatinya adalah sama dengan apa yang juga ia tanyakan kepadaku.
"Kalau yang enak, pastilah dicintai. Dimana-mana itu adalah sifat alami manusia, butuh di apresiasi baru mengapresiasi. Itu kalau dilihat dari enaknya. Tapi kalau dari sisi puasnya, yaitu kepuasan untuk berbuat lebih, ya mencintai".
Aku tersenyum mendengar jawaban itu. Teman, bukankah sejatinya kamu telah menjawab sendiri pertanyaanmu? Tapi perihal cinta memanglah tidak pernah mudah untuk dipecahkan. Bahkan pada yang telah mengetahuipun belum tentu bisa melakukannya. Ini bukan jawaban yang mudah, lagi-lagi bukan hanya pikiran yang bermain di sana, tapi juga hati.
"Sahabatku, jika mengacu dari cara pandangmu memahami konsep cinta, bukankah kesimpulannya sudah amat jelas? Kita sebagai manusia diciptakan dengan rasa yang tidak pernah puas, selalu saja merasa kurang dengan apa yang sudah kita dapatkan. Itu adalah alamiah, sifat yang sudah ditanamkan pada tiap-tiap kita sebagai manusia sejak lahir. Jadi jika mencintai membuatmu puas, maka pertanyaan selanjutnya justru akan kembali muncul. sampai kapankah kamu akan merasa puas? apakah kamu benar-benar akan merasa puas pada apa yang bukan menjadi sifat alamiahmu? Karena mencari sesuatu yang bisa membuatmu puas, sebenarnya tidak akan pernah ada. Sama seperti konsep kesempurnaan, siapapun dari kita tidak akan ada yang sempurna, bahkan baginda Rasul kita sekalipun mengatakan bahwa dirinya bukanlah makhluk yang sempurna.
Sepertinya penyataanku tadi cukup membuatnya untuk berfikir. "Iya kamu benar, harusnya kita bukan mencari rasa puas, tapi rasa cukup dan syukur".
Sahabatku, jika ini menyangkut permasalahan sakral yang sekali seumur hidup akan kita jalani, maka pahamilah pada banyak kisah orang-orang sebelum kita yang telah lebih dulu mengambil langkahnya. Merekalah yang lebih banyak merasakan bagaimana hakikat mencintai dan dicintai ini akan menjadi begitu indah setelah menemukan jalannya yang tepat.
Aku juga sama sepertimu, belajar pada banyak hal yang sejatinya bisa kita jadikan contoh dalam bersikap. Jika pada awalnya itu sulit, maka pembenahan dirilah yang seharusnya kita lakukan. Apakah kita telah benar-benar baik dimataNya? apakah kita telah benar-benar menggantungkan semua urusan serta pilihan kepadaNya? apakah kita telah sepenuhnya percaya kepadaNya bahwa apa yang menurut kita baik justru tidak menurutNya. Bukankah kita sudah terlalu sering mendengar bahwa sejatinya Allah pastilah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan.
Perihal mencintai dan dicintai ini memang tidak pernah berjalan mudah. Semua itu akan tergantung dari bagaimana cara pandang kita untuk menyikapi semua rencanaNya. Percayalah, rencana Allah selalu lebih indah dari yang terindah. Ia selalu punya caraNya untuk membuat kita mengerti bahwa kejutan-kejutan manis dariNya nanti benar-benar akan datang di waktu, tempat, dan oleh orang yang tepat. Karena janji Allah itu pasti :)
Jika dua kata itu dikondisikan pada sesuatu yang tepat pada tempatnya, maka sungguh hanya kata bahagia dan syukurlah yang akan selalu dirasa. Makhluk Allah mana yang tidak menyukai perasaan ini? mencintai dan dicintai oleh orang yang tepat lagi halal. Bahkan bagi makluk tak berfikiran sekalipun menjadi diperlakukan amat istimewa dengan penuh rasa cinta akan menjadi sebuah kebahagian yang tak terkira.
Nyatanya, apa-apa yang terlihat indah itu tidak mudah untuk diraih. Selalu ada perjuangan serta kisah lain yang melatarbelakanginya. Sama seperti mencintai sang pencipta, bukankah tidak semua dari kita mampu untuk benar-benar mengaplikasikannya tanpa ada pembuktian nyata? bukankah cinta padaNya juga perlu tindakan yang bukan hanya omong belaka? Inilah hidup, antara harapan dan kenyataan seringkali tak berjalan beriringan.
Aku menyaksikan sekitar, mendengar keluh kesahnya, dan tak jarang pula merenungkan tentang kisah-kisah ini. Kisah yang sebenarnya begitu dekat dengan dunia kita, dunia para wanita pada khususnya. Dunia yang mengharuskan kita untuk dipilih, meski tak jarang yang memilih.
Pernah suatu waktu, tanpa angin tanpa hujan, pertanyaan sakral dan mendalam itu terujar. "menurutmu lebih memilih menikahi orang yang kamu cintai atau dia yang mencintaimu?". Aku terdiam beberapa saat, mencoba berfikir untuk memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan itu. Tapi nyatanya, sejauh pemahamanku akan pertanyaan tadi aku tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Sahabatku, bagaimana aku bisa menjawabnya jika menikah saja belum pernah? Bagaimana aku menjawabnya jika sudah cukup lama aku sendiri memutuskan untuk tidak memberikan kedua perasaan itu pada lawan jenisku. Bukan tidak bisa, hanya tidak mau. Rasanya akan menjadi sia-sia jika apa yang sejatinya murni harus disia-siakan begitu saja kepada orang yang belum halal untuk dimiliki.
Sejurus kemudian, aku yang justru kembali bertanya kepadanya. "Pilih mencintai atau dicintai?". Pertanyaan yang sejatinya adalah sama dengan apa yang juga ia tanyakan kepadaku.
"Kalau yang enak, pastilah dicintai. Dimana-mana itu adalah sifat alami manusia, butuh di apresiasi baru mengapresiasi. Itu kalau dilihat dari enaknya. Tapi kalau dari sisi puasnya, yaitu kepuasan untuk berbuat lebih, ya mencintai".
Aku tersenyum mendengar jawaban itu. Teman, bukankah sejatinya kamu telah menjawab sendiri pertanyaanmu? Tapi perihal cinta memanglah tidak pernah mudah untuk dipecahkan. Bahkan pada yang telah mengetahuipun belum tentu bisa melakukannya. Ini bukan jawaban yang mudah, lagi-lagi bukan hanya pikiran yang bermain di sana, tapi juga hati.
"Sahabatku, jika mengacu dari cara pandangmu memahami konsep cinta, bukankah kesimpulannya sudah amat jelas? Kita sebagai manusia diciptakan dengan rasa yang tidak pernah puas, selalu saja merasa kurang dengan apa yang sudah kita dapatkan. Itu adalah alamiah, sifat yang sudah ditanamkan pada tiap-tiap kita sebagai manusia sejak lahir. Jadi jika mencintai membuatmu puas, maka pertanyaan selanjutnya justru akan kembali muncul. sampai kapankah kamu akan merasa puas? apakah kamu benar-benar akan merasa puas pada apa yang bukan menjadi sifat alamiahmu? Karena mencari sesuatu yang bisa membuatmu puas, sebenarnya tidak akan pernah ada. Sama seperti konsep kesempurnaan, siapapun dari kita tidak akan ada yang sempurna, bahkan baginda Rasul kita sekalipun mengatakan bahwa dirinya bukanlah makhluk yang sempurna.
Sepertinya penyataanku tadi cukup membuatnya untuk berfikir. "Iya kamu benar, harusnya kita bukan mencari rasa puas, tapi rasa cukup dan syukur".
Sahabatku, jika ini menyangkut permasalahan sakral yang sekali seumur hidup akan kita jalani, maka pahamilah pada banyak kisah orang-orang sebelum kita yang telah lebih dulu mengambil langkahnya. Merekalah yang lebih banyak merasakan bagaimana hakikat mencintai dan dicintai ini akan menjadi begitu indah setelah menemukan jalannya yang tepat.
Aku juga sama sepertimu, belajar pada banyak hal yang sejatinya bisa kita jadikan contoh dalam bersikap. Jika pada awalnya itu sulit, maka pembenahan dirilah yang seharusnya kita lakukan. Apakah kita telah benar-benar baik dimataNya? apakah kita telah benar-benar menggantungkan semua urusan serta pilihan kepadaNya? apakah kita telah sepenuhnya percaya kepadaNya bahwa apa yang menurut kita baik justru tidak menurutNya. Bukankah kita sudah terlalu sering mendengar bahwa sejatinya Allah pastilah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan.
Perihal mencintai dan dicintai ini memang tidak pernah berjalan mudah. Semua itu akan tergantung dari bagaimana cara pandang kita untuk menyikapi semua rencanaNya. Percayalah, rencana Allah selalu lebih indah dari yang terindah. Ia selalu punya caraNya untuk membuat kita mengerti bahwa kejutan-kejutan manis dariNya nanti benar-benar akan datang di waktu, tempat, dan oleh orang yang tepat. Karena janji Allah itu pasti :)
siapa yang bisa membuat cerita lebih indah dari takdir Allah? dan siapa pula yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hambanya kalau bukan Tuhannya. jadi, yakini dan sadarilah segera..... kau bise jadi penulis Kalbar kawan... lanjutkan...
ReplyDeleteAmiiiin.. Allahumma amin. Insya Allah kawan, ini semua adalah salah satu proses dari belajar. Semoga kedepannya jadi semakin baik.
ReplyDeleteTerimakasih sudah mempercayai temanmu yang kece ini. Hahaha :D