Sepatu - Waktu
Hari itu masih pagi seingatku, saat kabut asap masih betah berlama-lama menyelimuti kota matahari kami. Aku dan sahabat baikku Ocie yang tengah hamil besar bergegas menuju kampus, tidak mau ketinggalan untuk sebuah acara pelepasan kami ke medan tempur di penghujung masa perkuliahan. Dandanan kami rapi dan tidak biasa, atau.. lebih tepatnya hanya aku yang terlihat seperti itu. Dengan almamater biru yang melekat di badan, padanan warna hitam sebagai setelan dalamnya, juga sepatu dengan hak tinggi beberapa cm yang "amat sangat tidak pernah kugunakan" sebelumnya. Akhirnya hari itu resmi kutanggalkan status ke-baruan-nya. Bahkan, stempel harga 19,95 euro itupun baru aku lepas setelah beberapa tahun yg lalu kubeli di tanah Eropa.
Hmm.. sudah lama juga ternyata barang itu hanya menjadi pajangan. Karna jujur, aku bukanlah tipikal perempuan penyuka sepatu jenis ini. Bukan sama sekali !
Aku masih ingat saat pertama kali membelinya disalah satu toko yang ada di sudut kota Zwolle. Saat dimana aku tengah melakukan window shoping kebeberapa deretan toko sepatu yang ada di sana. One of my favorite things to spent my afternoon break. Mataku memang selalu gatal jika sudah berurusan dengan sepatu. Terlebih lagi jika sedang sale besar-besaran tanpa ampun. Memang benar, berada 1 tahun disana aku bisa mengumpulkan 12 sepatu yang selalu kubeli satu persatu disetiap bulannya. Semacam belanja wajib bulanan saja rasanya waktu itu.
Oh my God.. Am I did it?
Entah mengapa, sore itu yang tanpa angin dan hujan, aku melangkahkan kaki pada etalase sepatu khas perempuan feminim dengan jenis hak-hak yang tinggi. Melihat-lihat sejenak dan mencobanya beberapa kali, lalu meringis kesakitan karena tidak terbiasa sama sekali dengan cara pemakainnya. Tapi, entah kenapa aku justru ingin membelinya saat itu. Dan akhirnya, akupun benar-benar membelinya. Ya, membeli jenis barang yang belum pernah kusukai sama sekali pada awalnya. Yang ada difikiranku saat itu hanya satu, suatu saat nanti sepatu ini pasti akan menemui fungsinya. Itu saja.
Ocie yang lebih dulu kukabari saat pertama membeli sepatu itu menjawab seolah tidak percaya.
"Kamu ngapain beli sepatu begitu Ni? Lagi kesambet jin cewek ya? Tumbenan banget!".
Aku tertawa mendengar reaksi sahabatku waktu itu. Bingung mau menjelaskan alasannya kenapa, karena aku sendiri pun tidak tahu dengan pasti mengapa.
"Nggak tahu nih, lagi pengen aja. Ntar juga pasti ada fungsinya lah". Sekali lagi aku menegaskan keyakinanku sendiri.
But now, fiolaaa.. you can see it ! Sepatu itu telah menemukan waktunya sendiri. Pun juga sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Siapa yang mengira bahwa beberapa waktu yang lalu "ia" telah menunaikan tugasnya pada salah satu hotel bintang tiga yang ada di kota Pontianak. "ia" juga telah membantu pemiliknya untuk bisa menyesuaikan diri dengan tempat magang kuliahnya. Dan "ia", kini juga telah membenarkan pilihan sang pemilik pada keyakinannya waktu itu.
Barangkali, dialog yang seperti ini juga sering terjadi pada kehidupan lain yang kita miliki. Bukan hanya pada barang-barang, tapi juga kepada orang lain. Dan pada akhirnya, waktulah yang akan menjawab sendiri keyakinan itu.
Who's know, right?
Hmm.. sudah lama juga ternyata barang itu hanya menjadi pajangan. Karna jujur, aku bukanlah tipikal perempuan penyuka sepatu jenis ini. Bukan sama sekali !
Aku masih ingat saat pertama kali membelinya disalah satu toko yang ada di sudut kota Zwolle. Saat dimana aku tengah melakukan window shoping kebeberapa deretan toko sepatu yang ada di sana. One of my favorite things to spent my afternoon break. Mataku memang selalu gatal jika sudah berurusan dengan sepatu. Terlebih lagi jika sedang sale besar-besaran tanpa ampun. Memang benar, berada 1 tahun disana aku bisa mengumpulkan 12 sepatu yang selalu kubeli satu persatu disetiap bulannya. Semacam belanja wajib bulanan saja rasanya waktu itu.
Oh my God.. Am I did it?
Entah mengapa, sore itu yang tanpa angin dan hujan, aku melangkahkan kaki pada etalase sepatu khas perempuan feminim dengan jenis hak-hak yang tinggi. Melihat-lihat sejenak dan mencobanya beberapa kali, lalu meringis kesakitan karena tidak terbiasa sama sekali dengan cara pemakainnya. Tapi, entah kenapa aku justru ingin membelinya saat itu. Dan akhirnya, akupun benar-benar membelinya. Ya, membeli jenis barang yang belum pernah kusukai sama sekali pada awalnya. Yang ada difikiranku saat itu hanya satu, suatu saat nanti sepatu ini pasti akan menemui fungsinya. Itu saja.
Ocie yang lebih dulu kukabari saat pertama membeli sepatu itu menjawab seolah tidak percaya.
"Kamu ngapain beli sepatu begitu Ni? Lagi kesambet jin cewek ya? Tumbenan banget!".
Aku tertawa mendengar reaksi sahabatku waktu itu. Bingung mau menjelaskan alasannya kenapa, karena aku sendiri pun tidak tahu dengan pasti mengapa.
"Nggak tahu nih, lagi pengen aja. Ntar juga pasti ada fungsinya lah". Sekali lagi aku menegaskan keyakinanku sendiri.
But now, fiolaaa.. you can see it ! Sepatu itu telah menemukan waktunya sendiri. Pun juga sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Siapa yang mengira bahwa beberapa waktu yang lalu "ia" telah menunaikan tugasnya pada salah satu hotel bintang tiga yang ada di kota Pontianak. "ia" juga telah membantu pemiliknya untuk bisa menyesuaikan diri dengan tempat magang kuliahnya. Dan "ia", kini juga telah membenarkan pilihan sang pemilik pada keyakinannya waktu itu.
Barangkali, dialog yang seperti ini juga sering terjadi pada kehidupan lain yang kita miliki. Bukan hanya pada barang-barang, tapi juga kepada orang lain. Dan pada akhirnya, waktulah yang akan menjawab sendiri keyakinan itu.
Who's know, right?
Bagus tulisannya, bermanfaat
ReplyDelete