23 Bersama Presiden
Hingar bingar suara sirine saling bersahutan. Lalu lintas berjalan tidak seperti biasanya. Di sepanjang rute-rute utama para aparat negara berjaga-jaga.
Ada apa ini? Apa yang berbeda dengan siang kali ini?
Lihatlah, dengan gagahnya mereka berdiri di bawah terik matahari. Suara peluit serta lambain tangan pemberi aba-aba bergoyang dengan irama. Seperti ada jeda di antara masing-masing sudut agar semua tidak berjalan semakin semrawut.
Aku hanya memicingkan mata. Kuperhatikan beberapa wajah yang tidak biasa. Mereka-mereka ini adalah orang yang seharusnya tidak harus berdiri di sepanjang jalan Ahmad Yani kali ini.
Lagi-lagi suara sirine itu kembali terdengar.
Pada beberapa rute, para pria berseragam itu tadi memberhentikan sebagian pengendara jalan. Tidak memikirkan apakah orang itu tengah terburu-buru, sakit, atau bahkan tertinggal pesawat di Bandara. Yang mereka tau hanyalah menjalankan tugas atasan. Beri jalan seluas-luasnya pada sosok yang akan datang di sini.
Sejurus mataku menatap pada papan baliho besar yang terpampang di beberapa ruas jalan utama.
Sebuah ucapan selamat datang di tujukan kepada orang nomer satu Indonesia.
Oalaaaah... ternyata ada Pakde yang datang !
Kenapa harus sibuk-sibuk datang ke tempatku? Toh ini hanyalah hari yang biasa. Ulang tahunku kali ini juga masih biasa-biasa saja. Meluangkan waktu super sibukmu itu rasanya akan percuma demi orang yang sedang berulang tahun hari ini.
Kenapa harus sibuk-sibuk datang ke tempatku? Bukannya mengabari via sms atau hanya sekedar mengucapkan selamat via facebook saja sudah cukup? Sama seperti yang mereka juga lakukan. Aku tidak pernah bermimpi untuk menjadikannya besar-besaran.
Tapi kenapa engkau masih saja mau bersibuk-sibuk ke tempatku? Meski sebenarnya sebuah penghormatan tersendiri hadir saat kau bisa berada di sini.
Lihatlah, kini orang-orang mulai banyak yang memperbincangkanmu. Mulai dari mereka yang pro terhadapmu atau juga yang terang-terangan kontra terhadap apapun keputusanmu.
Pakde, ada sebuah kejutan luar biasa yang engkau hadiahkan pada 23 kali ini.
Kedatanganmu, kesanggupanmu untuk bisa sampai di sini, serta waktumu yang tidak banyak kau habiskan di ruang-ruag parlemen pemerintahan, hingga penurunan lagi harga premium dan kawan-kawan karena merosotnya harga minyak dunia, semuanya menjadi hadiah baru yang kudapatkan.
Lain kali, kejutan apa lagi yang akan kau hadirkan?
Sebuah klakson dari arah belakang membuyarkan lamunanku. Aku terlalu jauh berandai-andai. Padahal sudah jelas, kedatangannya kali ini bukan untukku. dan sampai kapanpun sepertinya akan menjadi bukan.
Tanda lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi hijau harusnya sudah membuatku berpindah arah. Ah yaaa... Hijau. Aku mengambil jeda sejenak. Bait kataku seolah terhenti disini.
Dulu, tepatnya pada tanggal yang sama seperti hari ini. Aku menuliskan cerita dengan versi yang berbeda. Kali ini pun sama, semuanya kubuat dengan bentuk yang berbeda. Bukti nyata, kali ini pakde berkenan hadir kesini. itu saja cukup. Karena jika kuteruskan, akan kau temui perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya.
Hari ini, rasa syukur itu tetap ada. dan akan selalu ada.
Kepada mereka-mereka yang mencintaiku dengan caranya. kepada mereka yang masih perduli dengan ungakapan rasa bahagia, serta kepada mereka yang diam-diam memanjatkan do'a di luar sana.
Terimakasih...
Terimakasih...
Terimakasih...
Rasa syukurku tak pernah habis meski pada bait terakhir tulisan kali ini.
Ada apa ini? Apa yang berbeda dengan siang kali ini?
Lihatlah, dengan gagahnya mereka berdiri di bawah terik matahari. Suara peluit serta lambain tangan pemberi aba-aba bergoyang dengan irama. Seperti ada jeda di antara masing-masing sudut agar semua tidak berjalan semakin semrawut.
Aku hanya memicingkan mata. Kuperhatikan beberapa wajah yang tidak biasa. Mereka-mereka ini adalah orang yang seharusnya tidak harus berdiri di sepanjang jalan Ahmad Yani kali ini.
Lagi-lagi suara sirine itu kembali terdengar.
Pada beberapa rute, para pria berseragam itu tadi memberhentikan sebagian pengendara jalan. Tidak memikirkan apakah orang itu tengah terburu-buru, sakit, atau bahkan tertinggal pesawat di Bandara. Yang mereka tau hanyalah menjalankan tugas atasan. Beri jalan seluas-luasnya pada sosok yang akan datang di sini.
Sejurus mataku menatap pada papan baliho besar yang terpampang di beberapa ruas jalan utama.
Sebuah ucapan selamat datang di tujukan kepada orang nomer satu Indonesia.
Oalaaaah... ternyata ada Pakde yang datang !
Kenapa harus sibuk-sibuk datang ke tempatku? Toh ini hanyalah hari yang biasa. Ulang tahunku kali ini juga masih biasa-biasa saja. Meluangkan waktu super sibukmu itu rasanya akan percuma demi orang yang sedang berulang tahun hari ini.
Kenapa harus sibuk-sibuk datang ke tempatku? Bukannya mengabari via sms atau hanya sekedar mengucapkan selamat via facebook saja sudah cukup? Sama seperti yang mereka juga lakukan. Aku tidak pernah bermimpi untuk menjadikannya besar-besaran.
Tapi kenapa engkau masih saja mau bersibuk-sibuk ke tempatku? Meski sebenarnya sebuah penghormatan tersendiri hadir saat kau bisa berada di sini.
Lihatlah, kini orang-orang mulai banyak yang memperbincangkanmu. Mulai dari mereka yang pro terhadapmu atau juga yang terang-terangan kontra terhadap apapun keputusanmu.
Pakde, ada sebuah kejutan luar biasa yang engkau hadiahkan pada 23 kali ini.
Kedatanganmu, kesanggupanmu untuk bisa sampai di sini, serta waktumu yang tidak banyak kau habiskan di ruang-ruag parlemen pemerintahan, hingga penurunan lagi harga premium dan kawan-kawan karena merosotnya harga minyak dunia, semuanya menjadi hadiah baru yang kudapatkan.
Lain kali, kejutan apa lagi yang akan kau hadirkan?
Sebuah klakson dari arah belakang membuyarkan lamunanku. Aku terlalu jauh berandai-andai. Padahal sudah jelas, kedatangannya kali ini bukan untukku. dan sampai kapanpun sepertinya akan menjadi bukan.
Tanda lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi hijau harusnya sudah membuatku berpindah arah. Ah yaaa... Hijau. Aku mengambil jeda sejenak. Bait kataku seolah terhenti disini.
Dulu, tepatnya pada tanggal yang sama seperti hari ini. Aku menuliskan cerita dengan versi yang berbeda. Kali ini pun sama, semuanya kubuat dengan bentuk yang berbeda. Bukti nyata, kali ini pakde berkenan hadir kesini. itu saja cukup. Karena jika kuteruskan, akan kau temui perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya.
Hari ini, rasa syukur itu tetap ada. dan akan selalu ada.
Kepada mereka-mereka yang mencintaiku dengan caranya. kepada mereka yang masih perduli dengan ungakapan rasa bahagia, serta kepada mereka yang diam-diam memanjatkan do'a di luar sana.
Terimakasih...
Terimakasih...
Terimakasih...
Rasa syukurku tak pernah habis meski pada bait terakhir tulisan kali ini.
Comments
Post a Comment