Moving
Masing-masing dari kita melangkah, berjalan, bahkan berlari pada jalannya sendiri.
Meski terkadang lelah, kita bebas memilih tempat untuk berhenti dimana dan kapan sebaiknya itu terjadi. Kita yang lebih mengerti bagaimana semua itu terasa.
Sesekali kita mengambil perbekalan di perjalanan. Sebotol air, sebungkus roti, atau sekotak makanan yang telah kita siapkan di awal.
Menikmati dan merasakan bagaimana nikmatnya beristirahat dari lelahnya perjalanan.
Lalu kita kembali berjalan. Menyusuri arah yang sepertinya sudah semakin dekat sebagai sebuah tujuan. Namun sayangnya, kita seringkali lupa apa itu tujuan.
Kita berbelok arah, terperanjat sejenak oleh para pedagang jalanan yang menawarkan barang jualan mereka, menatap ombak pantai yang rasanya begitu menenangkan, atau ikut larut dalam nuansa baru yang ditemukan.
Kita berhenti. Sejenak lupa kemana harus menggapai hari.
Apakah berhenti itu juga tujuan?
Seringkali kita terlalu lemah untuk memaknai apa yang menjadi bagian akhir dari sebuah keinginan.
Masih saja linglung, tersesat pada pemahaman dangkal memaknai perjalanan.
Sebagian orang justru tidak pernah berhenti. Hingga pada titik terjenuh sekalipun ia masih tetap berjalan, meski dia sendiri tidak pernah tau kemana arahnya..
Tapi apa iya kita benar-benar sendiri?
Bukankah orang yang kita temui diperjalanan juga tengah melakukan tugasnya. Bergerak agar tidak berhenti di satu tempat yang akan membuatnya mati tanpa apa-apa.
Sayangnya kita tidak pernah bisa benar-benar mengerti apakah tujuan kita dan orang-orang itu sama?
Jika iya, pastilah aku tidak akan memerlukan kompas atau peta penunjuk jalan.
Biarkan saja tak berarah kalaulah pada akhirnya juga akan berhenti di tempat yang sama. Berlelah-lelah terlebih dulu akan membuatku mengerti arti dari sebuah perjalanan.
Meski berkali-kali tersesat, toh aku tidak pernah sendiri.
Tuhan, Kau selalu mengawasiku bukan?
Meski terkadang lelah, kita bebas memilih tempat untuk berhenti dimana dan kapan sebaiknya itu terjadi. Kita yang lebih mengerti bagaimana semua itu terasa.
Sesekali kita mengambil perbekalan di perjalanan. Sebotol air, sebungkus roti, atau sekotak makanan yang telah kita siapkan di awal.
Menikmati dan merasakan bagaimana nikmatnya beristirahat dari lelahnya perjalanan.
Lalu kita kembali berjalan. Menyusuri arah yang sepertinya sudah semakin dekat sebagai sebuah tujuan. Namun sayangnya, kita seringkali lupa apa itu tujuan.
Kita berbelok arah, terperanjat sejenak oleh para pedagang jalanan yang menawarkan barang jualan mereka, menatap ombak pantai yang rasanya begitu menenangkan, atau ikut larut dalam nuansa baru yang ditemukan.
Kita berhenti. Sejenak lupa kemana harus menggapai hari.
Apakah berhenti itu juga tujuan?
Seringkali kita terlalu lemah untuk memaknai apa yang menjadi bagian akhir dari sebuah keinginan.
Masih saja linglung, tersesat pada pemahaman dangkal memaknai perjalanan.
Sebagian orang justru tidak pernah berhenti. Hingga pada titik terjenuh sekalipun ia masih tetap berjalan, meski dia sendiri tidak pernah tau kemana arahnya..
Tapi apa iya kita benar-benar sendiri?
Bukankah orang yang kita temui diperjalanan juga tengah melakukan tugasnya. Bergerak agar tidak berhenti di satu tempat yang akan membuatnya mati tanpa apa-apa.
Sayangnya kita tidak pernah bisa benar-benar mengerti apakah tujuan kita dan orang-orang itu sama?
Jika iya, pastilah aku tidak akan memerlukan kompas atau peta penunjuk jalan.
Biarkan saja tak berarah kalaulah pada akhirnya juga akan berhenti di tempat yang sama. Berlelah-lelah terlebih dulu akan membuatku mengerti arti dari sebuah perjalanan.
Meski berkali-kali tersesat, toh aku tidak pernah sendiri.
Tuhan, Kau selalu mengawasiku bukan?
hallo, salam kenal,,,
ReplyDeletemasih di belanda kah? smpe bulan apa?
Salam kenal juga mba :)
ReplyDeleteSaya sudah pulang ke tanah air lagi sekarang, tp teman2 masih banyak yg di sana.
boleh minta e-mail dan fbmu? aku mau banyak yang ditanyakan,,,hehehhe
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteaku sdah kirim e-mail, sudah diterima kah? :)
ReplyDelete