Posts

Showing posts from November, 2015

Let the beauty make their story

Image
Ikutan latah juga aaaah... Lagi ngehits tentang foto yang di bunga-bunga itu kan ya? Aku juga pernah kok. I did 'norak' at that time! Ini karena dulu aku memang belum pernah melihat bunga yang keceh-keceh, sekelas tulip, lily, maupun lavender misalnya, secara langsung. Yaa.. sebelas duabelas lah dengan 'mereka' saat ini yang juga lagi latah buat ' norak-norakan ' :D Dulu, sewaktu pertama kali aku punya kesempatan untuk bisa datang langsung ke kebun bunga-bungaan tadi, penyakit ' norak ' buat foto-foto ku memang langsung kambuh seketika. Makanya nggak terlalu heran waktu tahu antusias 'mereka-mereka' ini begitu luar biasanya terhadap keberadaan kebun bunga lily. Karena biasanya yang ada di fikiran saat itu cuma satu, "kapan lagi kan bisa foto sama bunga-bungaan sebanyak ini? lagi pula kesempatan itu nggak boleh di sia-siakan gitu aja. selagi bisa foto dengan keceh dan keceh banget, kenapa nggak kan?" Ya.. ya.. dulu aku juga berf...

Every change has their own time

Rangkain kalimat pada bab ketiga dari buku yang kubaca membuatku berhenti sejenak. Ada hal baru yang kudapat. Sebuah informasi. Sebuah tulisan yang juga menggugah ruang berfikirku. Apakah yang kualami saat ini memang seharusnya demikian? Should I... ?? "Aku sedang berusaha setengah mati memindahkan semua kenangan dari amygdala ke hippocampus . Mengubah emotional memories menjadi conscious, visual memories . Supaya setiap kali aku mengingatnya, aku hanya akan mengingatnya sebagai informasi, bukan yang memiliki ikatan emosional." - Critical Eleven - Kita, tidak hanya aku, pasti pernah berada pada tahap ini. Paling tidak sekali dalam seumur hidup, kita pernah berharap untuk menjadi lupa. Ingin merubah kenangan yang terikat bersama emosional, menjadi hanya sepintas informasi semata. Like nothing special, even though we know how hard it was for us . Sebab kita tahu bahwa melawan lupa sebenarnya tidak ada. Kecuali jika kita terkena Amnesia. Aku setuju dengan kalimat tersebu...

Menjadi baik

Aku tahu mengapa sampai saat ini Tuhan masih belum mau mempertemukan kita. Itu karena masing masing dari kita belum bisa menjadi baik. Bukankah kita telah sepakat untuk dipertemukan dalam kebaikan bukan? Ternyata kadar baik dari sudut pandang kita belum bisa membenarkan kebaikan di mata orang lain, apalagi di mata Tuhan. Usaha kita masih terlalu dangkal. Masih banyak hal-hal lain yang seharusnya membuat kita menjadi semakin baik, tapi kita biarkan lepas begitu saja. Dan sayangnya lagi, kita tidak benar-benar sungguh menyesali itu. Kita belum benar-benar baik. Itu sebabnya diantara kita masih menjadi rahasia bagi satu sama lain. Kamu belum pantas bertemu denganku. Bukan karena aku angkuh. Namun karena ternyata sesosok orang yang kamu harapkan baik rupanya, baik perangainya, juga baik akhlaknya ini, belum benar-benar menjadi demikian. Itu sebabnya aku masih harus terus belajar. Begitu pula aku. Aku takut dengan usahaku yang sudah sedemikian rupa untuk menjadi baik ini, masih...

Menemukan

Ini bukan menyerah. Yang kulakukan hanya bersikap pasrah. Sebab sekuat apapun usaha, kita tak pernah bisa lari dari takdirNya. Aku masih membuka laman itu sesekali. Memperhatikan apakah kamu masih berada di situ atau tidak. Memastikan apakah bait-bait ranting yang patah itu masih kamu tuliskan atau tidak. Sebab katamu, engkau tak pelaknya seperti itu. Rapuh, lalu patah. Aku tak ingin benar-benar membuatmu demikian. Karena jika kamu patah, maka akupun akan ikut patah bersamamu. Meski daun seringkali lebih dulu lepas dari rantingnya, namun aku sungguh tak ingin demikian. Aku ingin membantumu, aku ingin menyelamatkanmu. Menghindar dari pijakan kaki-kaki tak bertuan yang tak pernah mau tahu tentang kita. Tapi, menemukanmu itu kemustahilan. Aku seolah berjalan pada lorong gelap yang tak pernah ada ujungnya. Aku meraba-raba, berharap sesekali menemukan pegangan untuk sekedar beristirahat dari lelahnya perjalanan. Aku takut terjatuh, apalagi jika muaranya adalah cinta. Yang celakanya...

Bagaimana?

Bagaimana jika aku masih rindu? Pada banyak hal yang sudah membuatku sebiru hari ini. Bagaimana jika aku masih rindu? Pada ceritamu tentang daun kuning yang jatuh pada musim penghujan kali ini. Bagaimana jika aku masih rindu? Pada lukisan yang kau goreskan diatas kanfas langit kesukaanku saat ini. Bagaimana jika aku masih rindu? Padamu yang masih saja enggan pulang hingga kini. Bagaimana jika akhirnya, aku telah kehilangan banyak hari karena rindu ini?

Pagi ini

Hari ini masih pagi, saat belasan orang-orang dengan tujuan yang sama duduk di ruangan dengan tumpukan buku-buku tebal di sekelilingnya. Begitu juga aku, menjadi salah atu dari mereka. Belasan rak-rak yang berdiri kokoh dengan buku-buku tebal seolah menjadi saksi bisu yang menyaksikan kami, yang datang dan pergi silih berganti. Terkadang dengan rupa yang sama, atau yang hanya sesekali berkunjung demi sebuah referensi. Terdengar obrolan kecil dari beberapa orang bersama sahabatnya. Ada pula yang dengan konsentrasi penuh memperhatikan lembar demi lembar kertas yang sedari tadi di baca sambil mengerutkan dahinya. Sepertinya perjuangan seperti ini terasa melelahkan. Sepertinya.. Entah apa yang ada di benak mereka saat ini. Toh akupun bukan seorang ahli nujum yang pandai membaca fikiran banyak orang. Alih-alih membaca, aku justru memperhatikan satu-persatu diantaranya. Menerka bahwa sepertinya pusingku saat ini juga tengah mereka rasakan. Ditengah hening yang berusaha kami ciptakan...