Dingin
Jalan kecil itu kini telah di penuhi oleh jejeran mobil.
Kia, Peageot, Volvo, BMW, Toyota, Mercedes, Volkswagen, Audi, Range Rover, serta beberapa merk mobil lainnya berbaris rapi di sepanjang jalan yang aku lewati.
satu persatu orang-orang itu keluar dari dalam mobilnya, menyibakkan sebuah payung dengan nuansa warna yang berbeda-beda.
Setengah terburu-buru sambil menjinjing tas milik anaknya, mereka berjalan ke arah Park School, sebuah sekolah setingkat sekolah dasar.
Aku berjalan cepat. tanganku mulai dingin terkena tempias hujan. memang tidak lebat, tapi anginnya membuat benda putih bening itu bergoyang-goyang mengikuti kuatnya hembusan itu.
aku sedikit mengerutkan muka. menahan hawa dingin yang ikut datang bersama hujan pagi tadi.
aku juga berpapasan dengan beberapa orang.
orang-orang yang juga setiap harinya aku lihat saat kami menuju tempat yang sama. sekolah.
meski cuaca tidak selalu bersahabat, tapi suguhan 'goede morgen' yang diucapkan mampu menyadarkan siapa saja bahwa hari ini, semua di mulai dari sini. saat kita mensyukuri masih bisa bertemu pagi.
Kepulan asap yang keluar dari corong-corong atap rumah itu memberikan efek yang tidak biasa.
kubenamkan pandanganku pada seekor burung yang bertengger kedinginan di atas pohon di tepi rumah tadi.
hanya diam. meringkih bersama rintik hujan yang jatuh dari sela-sela bunga pohon yang mulai bermekaran.
iya, di sini pohon-pohon berbunga. cantik. perpaduan antara rantingnya yang gelap bertemu kelopak putih.
aku sendiri tidak tau apa namanya.
burung itu sendirian. tidak berteman.
sesekali matanya masih selalu awas terhadap segala macam gerakan yang datang.
aku menggerak-gerakkan payungku dari bawah. tapi sayangnya, mata itu tak tertuju kepadaku.
yang justru terjadi adalah mukaku menjadi basah. tempias dari ujung-ujung payung yang ku gerakkan itu tepat mengenai wajahku.
Aaaah... aku sudah hapal sekali dengan rasa seperti ini.
Dingin !
Kia, Peageot, Volvo, BMW, Toyota, Mercedes, Volkswagen, Audi, Range Rover, serta beberapa merk mobil lainnya berbaris rapi di sepanjang jalan yang aku lewati.
satu persatu orang-orang itu keluar dari dalam mobilnya, menyibakkan sebuah payung dengan nuansa warna yang berbeda-beda.
Setengah terburu-buru sambil menjinjing tas milik anaknya, mereka berjalan ke arah Park School, sebuah sekolah setingkat sekolah dasar.
Aku berjalan cepat. tanganku mulai dingin terkena tempias hujan. memang tidak lebat, tapi anginnya membuat benda putih bening itu bergoyang-goyang mengikuti kuatnya hembusan itu.
aku sedikit mengerutkan muka. menahan hawa dingin yang ikut datang bersama hujan pagi tadi.
aku juga berpapasan dengan beberapa orang.
orang-orang yang juga setiap harinya aku lihat saat kami menuju tempat yang sama. sekolah.
meski cuaca tidak selalu bersahabat, tapi suguhan 'goede morgen' yang diucapkan mampu menyadarkan siapa saja bahwa hari ini, semua di mulai dari sini. saat kita mensyukuri masih bisa bertemu pagi.
Kepulan asap yang keluar dari corong-corong atap rumah itu memberikan efek yang tidak biasa.
kubenamkan pandanganku pada seekor burung yang bertengger kedinginan di atas pohon di tepi rumah tadi.
hanya diam. meringkih bersama rintik hujan yang jatuh dari sela-sela bunga pohon yang mulai bermekaran.
iya, di sini pohon-pohon berbunga. cantik. perpaduan antara rantingnya yang gelap bertemu kelopak putih.
aku sendiri tidak tau apa namanya.
burung itu sendirian. tidak berteman.
sesekali matanya masih selalu awas terhadap segala macam gerakan yang datang.
aku menggerak-gerakkan payungku dari bawah. tapi sayangnya, mata itu tak tertuju kepadaku.
yang justru terjadi adalah mukaku menjadi basah. tempias dari ujung-ujung payung yang ku gerakkan itu tepat mengenai wajahku.
Aaaah... aku sudah hapal sekali dengan rasa seperti ini.
Dingin !
Comments
Post a Comment