Bersumpahlah pada Ibumu, sebelum negaramu !

Teruntuk para pemuda yang pernah menjadi seorang anak, kakak, atau adik, kita pasti pernah melewati fase ini !

Terlahir sebagai anak sulung, bukan berarti aku tahu setiap tumbuh kembangnya para adik-adik kecilku itu. Karena nyatanya, selalu saja ada alasan yang menjadikan aku menjadi seorang kakak yang 'gagal' untuk selalu berada di sisi mereka, bahkan sejak mereka lahir.

Dulu, saat adik pertama hadir, aku tengah berada di kelas empat sekolah dasar. Masih belum mahfum sama hal-hal yang berkaitan dengan dunia persalinan. Yang aku tahu saat itu hanya satu, aku punya adik ! itu saja. Aku nggak pernah tau dan mau perduli gaimana proses keluarnya makhluk mungil bernama manusia itu ke dunia. Seakan-akan semua terjadi begitu saja. Fiolaaa.. Lalu ada.
Pengetahuanku masih amat sangat cetek dan maha pendek untuk menerka-nerka saat itu. Sebab nyatanya, sepulang dari sekolah, aku haya bergegas lari menuju klinik bersalin tanpa memperdulikan yang lain. To much happy for to be a sister I thought !

Lalu beralih kepada adikku yang berikutnya, dan seterusnya. Kali ini justru berjalan lebih parah. Aku bahkan sama sekali nggak pernah tahu dan menyaksikan kembang tumbuhnya mereka sejak masih dalam kandungan. Aku seolah menjadi kakak yang terasing. Kakak yang nggak serta merta ikut menjaga calon adiknya. Apalagi menjadi yang mengerti alur kelahirannya.

Tapi, mengapa aku menceritakan hal ini?
Aku bertanya pada diriku sendiri, lalu menemukan jawabannya kemudian.

Sebab hari ini, aku benar-benar baru membuka mata. Benar-benar baru melihat dengan sejelas-jelasnya, bagaimana perjalanan seorang perempuan yang berjuang demi kehidupan buah hatinya.

Tepat satu hari sebelum aku menuliskan tulisan ini, aku menyaksikan sahabatku menjalani fase barunya sebagai seorang ibu. Dari situ, aku juga melihat bagaimana kompleknya permasalahan yang ia hadapi. Aku belajar banyak darinya. Aku menyaksikan setiap tahap yang ia hadapi. Tentang berjuang, tentang menahan rasa sakit yang luar biasa, tentang keikhlasan menanggung luka tubuhnya, juga tentang air mata yang tak henti-hentinya ia keluarkan saat pedih itu menggerogoti bagian lain dari tubuhnya.

Aku menangis.
Ya, beberapa kali aku memang menangis.
Aku menjadi wanita paling cengeng yang juga ikut menangis bersamanya. Beberapa kali tisu yang kugunakan untuk menghapus air matanya juga kugunakan untuk menghapus air mataku sendiri.
Biarlah jika aku harus disebut sebagai perempuan paling melow hari itu. Karena faktanya aku memanglah demikian. Aku menjadi yang mengerti dengan apa yang juga tengah ia rasakan.

Haru biruku semakin menjadi saat sosok mungil nan cantik itu terlahir kedunia. Tangisnya, kedip matanya, senyumnya, semuanya tentang dia benar-benar telah ikut menyeretku menjadi saksi kehadirannya. Aku tahu alur perjalanannya, bahkan saat ia masih berada dalam kandungan.
Masya Allah... indahnya keajaibanMu !

Sebagai seorang anak, sepertinya baru kali ini aku menyadari betapa terkutuknya aku jika sampai mendurhakai sosok seorang ibu. Dengan rasa susah payah yang telah di lalui oleh seluruh sosok ibu di dunia, seharusnya semua anak juga memiliki rasa hormat dan patuh yang berlipat-lipat terhadap perempuan yang sudah melahirkannya itu. Tidak terkecuali aku, kamu, juga kalian.

Semoga, di hari ini dan seterusnya, terlepas saat harus memperingati hari apa atau apa, kita tetaplah menjadi pribadi yang luar biasa.
Sebab pemuda Indonesia tahu bagaimana harus menghormati ibunya, sebelum negaranya !



Comments

Popular posts from this blog

AU PAIR

Words of affirmation

Turkey, dan Yang Perlu Kamu Tahu !