Voor mij ben jij speciaal :)
Langkah kecil yang tengah terburu-buru itu dipaksa berhenti oleh seorang pemuda. Senyumannya hangat, sehangat cahaya matahari penjemput musim semi kali ini. Dia yang sedari tadi berdiri melempar senyum pada semua pejalan kaki di sekitar stasiun, masih tetap semangat membagi-bagikan setangkai mawar putih. Hawa dingin yang juga masih seringkali datang meski semburat mentari itu telah berpancar, tak gentar menghalangi tegap kakinya. Jaket tebal serta syal abu-abu gelap yang ia kenakan menghambat laju angin sampai di pori-pori lehernya.
Aku sudah memperhatikannya dari jauh, tepat saat langkah kecil terburu-buru itu aku ayunkan demi mengejar kereta menuju Deventer. Aku tidak ingin terlambat sedetikpun, apalagi harus bermenit-menit kemudian. Berada di negara ini telah jauh mengajarkanku tentang rasa disiplin yang tinggi. Lihatlah, sedikit saja kalah cepat dengan menit yang ada di jadwal keberangkatan, maka bersiaplah menunggu jadwal berikutnya.
Pemuda itu, dengan setangkai mawar putih segar di tangan kanannya bersiap melempar senyum pada sosok ibu-ibu paruh baya yang tengah berjalan lima meter dihadapanku. Logat khas Belandanya Ia lontarkan. Sapaan pamungkasnya juga Ia ungkapkan demi mengehentikan langkah si ibu dan mencuri sedikit perhatiannya.
"Goedemorgen.. mooie bloemen voor jou". Masih dengan senyuman hangat, Ia menyodorkan bunga tadi kepada si ibu. Diikuti dengan berbagai penjelasan yang terdengar semakin "bla bla bla" karena bahasa Belandaku masih cukup payah untuk mengerti semua itu. Tapi sayangnya, sang ibu hanya melangkah pergi begitu saja, gerak tangannya juga seolah telah menyatakan penolakan, "Nee, dank u", meninggalkan rupa tanpa kecewa sedikitpun dari sang pemuda.
Kini langkahku semakin mendekati sosoknya yang tinggi.
Tiga meter, dua meter, satu meter, lalu tepat dihadapannya.
"The special flower for special girl in special day". Kini Ia merubah bahasanya, mungkin karena raut muka kecilku ini sama sekali tak menyiratkan darah Belanda didalamnya. Tangan kanannya secepat kilat meyodorkan setangkai mawar putih tadi kearahku. Aku yang masih sedikit bingung untuk menerima atau tidak pemberiannya, tiba-tiba mengehentikan laju langkah kakiku.
"Just take it for you. You know what day it is, don't you?. Ucapan yang Ia lontarkan begitu saja tak pelak langsung membuatku berfikir, mencari-cari jawaban yang tepat untuk pertanyaannya. "Memangnya ini hari spesial apa ya?"
Aaaah... bodohnya aku. Seolah mati kutu karena tak berhasil menemukan jawaban, akupun berlagak seolah menolak saja 'pemberiannya'. "I have no idea, sorry", sambil menggerakkan tangan kananku dihadapannya, tanda ketidaksetujuan atas 'transaksi' percakapan ini.
Tapi usahanya tak Ia kendorkan sedikitpun. Dengan logat Inggris yang begitu fasih, Ia mulai bercerita.
"Ini adalah hari kanker sedunia. Kami membagikan banyak bunga hari ini sebagai tanda cinta akan sesama. Jika kamu berkenan, kamu bisa ikut berperan membagikan cintamu melalui donasi di yayasan kami. Nantinya donasimu akan diberikan langsung kepada seluruh penderita kanker yang ada". Kini sang pemuda dengan senyum hangat tadi menjelaskan dengan suka cita. Mungkin ini juga merupakan salah satu strategi yang Ia gunakan untuk mendapatkan donatur ke yayasannya.
Tanpa pikir panjang, maka akupun merogoh sisa-sisa uang receh pada tas kecil yang kubawa. Jika sudah mengatasnamakan kemanusiaan seperti ini, sisi lain wanita mana yang tak akan tersentuh oleh itu? Sepertinya tidak ada. Seharusnya juga tidak ada..
Sebagai imbalannya, setangkai mawar putih segar itu kini telah beralih ketanganku. Senyum hangat sang pemuda tadi benar-benar telah merekah, tanda bahwa 'perjuangannya' mengehentikanku tak berujung sia-sia. "Thank you so much young lady".
Akupun membalas ucap terimakasihnya dengan senyum yang tak kalah hangat, "Ja, alstublieft".
Kini aku mempercepat langkah kakiku. Dengan sedikit berlari, kulirik sebuah jam besar yang ada di dinding bagian atas stasiun. Masih ada dua menit lagi, aku pasti bisa mengejarnya. Aku bergumam sendiri di dalam hati. Maklumlah, percakapan dengan pemuda tadi setidaknya telah memotong waktu menungguku menjadi lebih pendek dari seharusnya. Tapi syukurlah, Allah memeberikan kemudahan untuk semuanya. Tepat di menit terakhir, kereta itu telah sampai dihadapanku. Tanpa pikir panjang lagi, akupun memasuki lorong gerbong menuju lantai dua, tempat favoritku jika sudah berkereta di negara ini.
Kuletakkan tangkai mawar putih yang masih segar tadi diatas meja kereta. Kuperhatikan secarik kertas yang menggantung di tangkainya. Sebentuk gambar hati berwarna merah dengan sebuah tulisan putih didalamnya sontak membuatku tersenyum seketika. Entah senyum dengan arti yang seperti apa, aku sendiri ragu mendifinisikannya. "Voor mij ben jij speciaal". Hanya itu tulisan yang tertera, tapi itu justru mampu membuatku berfikir jauh.
For the first time in my life. Tidak ada seorangpun yang pernah memberikan bunga seperti ini kepadaku. For the first time in my life. Orang pertama yang justru melakukannya adalah pemuda asing Belanda yang bekerja pada sebuah yayasan peduli kanker. For the first time in my life. Seseorang yang selalu dalam khayalan ialah dia yang nantinya memberikan setangkai bunga itu kepada istrinya sebagai kejutan di sela-sela waktu sibuknya bekerja.
Dengan tulisan serupa, tanpa embel-embel donasi dan semacamnya, namun justru mampu membuatku semakin memupuk cinta, meningkatkan lagi rasa patuhku terhadapnya.
"Voor mij jij bent speciaal, liefste!" Itu katamu. :)
Tiba-tiba lamunanku buyar. Suara sang kondektur kereta benar-benar telah mengagetkanku.
Goedemiddag dames en heren, dit is het station Wijhe.............................
Aku sudah memperhatikannya dari jauh, tepat saat langkah kecil terburu-buru itu aku ayunkan demi mengejar kereta menuju Deventer. Aku tidak ingin terlambat sedetikpun, apalagi harus bermenit-menit kemudian. Berada di negara ini telah jauh mengajarkanku tentang rasa disiplin yang tinggi. Lihatlah, sedikit saja kalah cepat dengan menit yang ada di jadwal keberangkatan, maka bersiaplah menunggu jadwal berikutnya.
Pemuda itu, dengan setangkai mawar putih segar di tangan kanannya bersiap melempar senyum pada sosok ibu-ibu paruh baya yang tengah berjalan lima meter dihadapanku. Logat khas Belandanya Ia lontarkan. Sapaan pamungkasnya juga Ia ungkapkan demi mengehentikan langkah si ibu dan mencuri sedikit perhatiannya.
"Goedemorgen.. mooie bloemen voor jou". Masih dengan senyuman hangat, Ia menyodorkan bunga tadi kepada si ibu. Diikuti dengan berbagai penjelasan yang terdengar semakin "bla bla bla" karena bahasa Belandaku masih cukup payah untuk mengerti semua itu. Tapi sayangnya, sang ibu hanya melangkah pergi begitu saja, gerak tangannya juga seolah telah menyatakan penolakan, "Nee, dank u", meninggalkan rupa tanpa kecewa sedikitpun dari sang pemuda.
Kini langkahku semakin mendekati sosoknya yang tinggi.
Tiga meter, dua meter, satu meter, lalu tepat dihadapannya.
"The special flower for special girl in special day". Kini Ia merubah bahasanya, mungkin karena raut muka kecilku ini sama sekali tak menyiratkan darah Belanda didalamnya. Tangan kanannya secepat kilat meyodorkan setangkai mawar putih tadi kearahku. Aku yang masih sedikit bingung untuk menerima atau tidak pemberiannya, tiba-tiba mengehentikan laju langkah kakiku.
"Just take it for you. You know what day it is, don't you?. Ucapan yang Ia lontarkan begitu saja tak pelak langsung membuatku berfikir, mencari-cari jawaban yang tepat untuk pertanyaannya. "Memangnya ini hari spesial apa ya?"
Aaaah... bodohnya aku. Seolah mati kutu karena tak berhasil menemukan jawaban, akupun berlagak seolah menolak saja 'pemberiannya'. "I have no idea, sorry", sambil menggerakkan tangan kananku dihadapannya, tanda ketidaksetujuan atas 'transaksi' percakapan ini.
Tapi usahanya tak Ia kendorkan sedikitpun. Dengan logat Inggris yang begitu fasih, Ia mulai bercerita.
"Ini adalah hari kanker sedunia. Kami membagikan banyak bunga hari ini sebagai tanda cinta akan sesama. Jika kamu berkenan, kamu bisa ikut berperan membagikan cintamu melalui donasi di yayasan kami. Nantinya donasimu akan diberikan langsung kepada seluruh penderita kanker yang ada". Kini sang pemuda dengan senyum hangat tadi menjelaskan dengan suka cita. Mungkin ini juga merupakan salah satu strategi yang Ia gunakan untuk mendapatkan donatur ke yayasannya.
Tanpa pikir panjang, maka akupun merogoh sisa-sisa uang receh pada tas kecil yang kubawa. Jika sudah mengatasnamakan kemanusiaan seperti ini, sisi lain wanita mana yang tak akan tersentuh oleh itu? Sepertinya tidak ada. Seharusnya juga tidak ada..
Sebagai imbalannya, setangkai mawar putih segar itu kini telah beralih ketanganku. Senyum hangat sang pemuda tadi benar-benar telah merekah, tanda bahwa 'perjuangannya' mengehentikanku tak berujung sia-sia. "Thank you so much young lady".
Akupun membalas ucap terimakasihnya dengan senyum yang tak kalah hangat, "Ja, alstublieft".
Kini aku mempercepat langkah kakiku. Dengan sedikit berlari, kulirik sebuah jam besar yang ada di dinding bagian atas stasiun. Masih ada dua menit lagi, aku pasti bisa mengejarnya. Aku bergumam sendiri di dalam hati. Maklumlah, percakapan dengan pemuda tadi setidaknya telah memotong waktu menungguku menjadi lebih pendek dari seharusnya. Tapi syukurlah, Allah memeberikan kemudahan untuk semuanya. Tepat di menit terakhir, kereta itu telah sampai dihadapanku. Tanpa pikir panjang lagi, akupun memasuki lorong gerbong menuju lantai dua, tempat favoritku jika sudah berkereta di negara ini.
Kuletakkan tangkai mawar putih yang masih segar tadi diatas meja kereta. Kuperhatikan secarik kertas yang menggantung di tangkainya. Sebentuk gambar hati berwarna merah dengan sebuah tulisan putih didalamnya sontak membuatku tersenyum seketika. Entah senyum dengan arti yang seperti apa, aku sendiri ragu mendifinisikannya. "Voor mij ben jij speciaal". Hanya itu tulisan yang tertera, tapi itu justru mampu membuatku berfikir jauh.
For the first time in my life. Tidak ada seorangpun yang pernah memberikan bunga seperti ini kepadaku. For the first time in my life. Orang pertama yang justru melakukannya adalah pemuda asing Belanda yang bekerja pada sebuah yayasan peduli kanker. For the first time in my life. Seseorang yang selalu dalam khayalan ialah dia yang nantinya memberikan setangkai bunga itu kepada istrinya sebagai kejutan di sela-sela waktu sibuknya bekerja.
Dengan tulisan serupa, tanpa embel-embel donasi dan semacamnya, namun justru mampu membuatku semakin memupuk cinta, meningkatkan lagi rasa patuhku terhadapnya.
"Voor mij jij bent speciaal, liefste!" Itu katamu. :)
Tiba-tiba lamunanku buyar. Suara sang kondektur kereta benar-benar telah mengagetkanku.
Goedemiddag dames en heren, dit is het station Wijhe.............................
Mungkin seharusnya bunga ini dari kamu. Iya kamu :)
Comments
Post a Comment