Perjalanan Kita
Aku dulu pernah punya banyak mimpi, dan kurasa kamu juga.
Kita, dengan mimpi-mimpi berbeda, dengan arah dan cara yang tak sama, mengambil jalan masing-masing untuk bisa sampai pada tujuan akhir kita.
Aku menapaki langkah satu persatu, anak tangga cobaan itu juga kulalui dengan penuh hati-hati. Terkadang, tak jarang hujan dan badai yang datang di sela-sela perjalanan, menjadi tamu undangan yang sebetulnya tak pernah diharapkan.
Tapi, bukankah itu sebuah bentuk dari ujian? Karena untuk membuktikan seberapa kuat kita berjuang, perlu ada tantangan yang harus ditaklukkan.
Tuhan telah merancang begitu banyak jalan. Tugasku, berfikir matang sebelum benar-benar memilihnya sebagai jalan yang harus ditempuh.
Kamu juga demikian, dengan ragam yang berbeda, punya jalannya sendiri yang harus dilalui.
Meski jalanmu terlihat terjal, meski pendakianmu pada puncak tujuan terlihat curam, tapi kita masih memiliki pegangan yang sama.
Tuhan.
Hal apa lagi yang tidak bisa kita serahkan kepadaNya? Bukankah kita hidup juga atas kehendakNya?
Memang, ada saat-saat dimana kita seolah tak rela akan apa yang harus kita jalani, akan kenyataan yang juga harus kita hadapi. Tapi, kemampuan kita untuk menghadapinya pastilah diperbesar olehNya. Sebab tak ada cobaan yang datang diluar kuasa mampu penerimanya.
Kita mungkin pernah sempat menerka-nerka, mempunyai cita-cita, merumuskan gambaran-gambaran abstrak tentang rencana masa depan. Namun disela-sela jeda dari derap langkah ini, terkadang muncul setitik keraguan yang bersarang dalam hati.
Sudah benarkah? Sudah pantaskah? atau, apa yang sebenarnya kurang? Semacam ada rasa janggal yang menggantung diantara kepercayaan yang sudah susah payah dibangun sejak awal.
"Mungkin, kita belum benar-benar bisa jujur dengan diri kita sendiri" atau "Mungkin, keahlian membohongi hati nurani lebih mudah dilakukan demi menjaga citra di depan mata banyak orang"
Aku, Kamu, Kalian, atau mungkin kita semua pernah berada pada tahap ini. Tak pernah mengajak hati berbicara. Tak pernah melakukan dialog-dialog intrapersonal dan berlaku jujur terhadapnya. Kita, lebih senang larut dalam bayang-bayang kata orang.
Lihatlah, untuk sampai pada tujuan yang sama, aku harus benar-benar mencari jalan yang tepat. Aku juga harus mengikuti peta yang telah Ia buatkan untukku.
Ratusan anak tangga di depan sana, menanti untuk aku lalui setapak demi setapak. Memantauku dari kejauhan meski dibawah guyuran hujan yang membuat jalannya menjadi semakin licin.
Kini, yang harus kulakukan adalah berpegang erat pada kejujuran hatiku sendiri. Tentang apa, siapa, kemana, dan bagaimana kedepannya hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Maka layaknya aku, kamupun juga harus demikian. Mempercayakan semuanya pada hatimu dan ketetapan Tuhan. Karena pada akhirya nanti, semoga Semesta masih mau mempercayai para pejuangnya ini untuk bisa sampai pada akhir perjalanan tepat pada waktunya. Mempertemukan aku dan kamu yang akan menjadi kita.
Semoga..
Kita, dengan mimpi-mimpi berbeda, dengan arah dan cara yang tak sama, mengambil jalan masing-masing untuk bisa sampai pada tujuan akhir kita.
Aku menapaki langkah satu persatu, anak tangga cobaan itu juga kulalui dengan penuh hati-hati. Terkadang, tak jarang hujan dan badai yang datang di sela-sela perjalanan, menjadi tamu undangan yang sebetulnya tak pernah diharapkan.
Tapi, bukankah itu sebuah bentuk dari ujian? Karena untuk membuktikan seberapa kuat kita berjuang, perlu ada tantangan yang harus ditaklukkan.
Tuhan telah merancang begitu banyak jalan. Tugasku, berfikir matang sebelum benar-benar memilihnya sebagai jalan yang harus ditempuh.
Kamu juga demikian, dengan ragam yang berbeda, punya jalannya sendiri yang harus dilalui.
Meski jalanmu terlihat terjal, meski pendakianmu pada puncak tujuan terlihat curam, tapi kita masih memiliki pegangan yang sama.
Tuhan.
Hal apa lagi yang tidak bisa kita serahkan kepadaNya? Bukankah kita hidup juga atas kehendakNya?
Memang, ada saat-saat dimana kita seolah tak rela akan apa yang harus kita jalani, akan kenyataan yang juga harus kita hadapi. Tapi, kemampuan kita untuk menghadapinya pastilah diperbesar olehNya. Sebab tak ada cobaan yang datang diluar kuasa mampu penerimanya.
Kita mungkin pernah sempat menerka-nerka, mempunyai cita-cita, merumuskan gambaran-gambaran abstrak tentang rencana masa depan. Namun disela-sela jeda dari derap langkah ini, terkadang muncul setitik keraguan yang bersarang dalam hati.
Sudah benarkah? Sudah pantaskah? atau, apa yang sebenarnya kurang? Semacam ada rasa janggal yang menggantung diantara kepercayaan yang sudah susah payah dibangun sejak awal.
"Mungkin, kita belum benar-benar bisa jujur dengan diri kita sendiri" atau "Mungkin, keahlian membohongi hati nurani lebih mudah dilakukan demi menjaga citra di depan mata banyak orang"
Aku, Kamu, Kalian, atau mungkin kita semua pernah berada pada tahap ini. Tak pernah mengajak hati berbicara. Tak pernah melakukan dialog-dialog intrapersonal dan berlaku jujur terhadapnya. Kita, lebih senang larut dalam bayang-bayang kata orang.
Lihatlah, untuk sampai pada tujuan yang sama, aku harus benar-benar mencari jalan yang tepat. Aku juga harus mengikuti peta yang telah Ia buatkan untukku.
Ratusan anak tangga di depan sana, menanti untuk aku lalui setapak demi setapak. Memantauku dari kejauhan meski dibawah guyuran hujan yang membuat jalannya menjadi semakin licin.
Kini, yang harus kulakukan adalah berpegang erat pada kejujuran hatiku sendiri. Tentang apa, siapa, kemana, dan bagaimana kedepannya hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Maka layaknya aku, kamupun juga harus demikian. Mempercayakan semuanya pada hatimu dan ketetapan Tuhan. Karena pada akhirya nanti, semoga Semesta masih mau mempercayai para pejuangnya ini untuk bisa sampai pada akhir perjalanan tepat pada waktunya. Mempertemukan aku dan kamu yang akan menjadi kita.
Semoga..
Because perhaps, every single of us has their own ways to reach the destination.
But the same direction, can bring us to meet each other in the end.
Comments
Post a Comment