Aku yang bukan Aku
Pagi tadi aku mematut diriku lebih lama di depan cermin. Bukan untuk bersolek atau berbenah jilbab yang terlihat serampangan aku gunakan, tapi untuk bercengkrama pada sosok lain dari diriku. Ia adalah sosok aku yang seringkali tersembunyi, seringkali menutupi duka lukanya, juga yang tak jarang menjadi aku yang bukan aku. Sepintas, tak kulihat suara batinnya yang berbicara. Toh selama ini hanya seulas senyum yang seringkali ia hadirkan. Ia tak pernah benar-benar kuajak berlama-lama untuk saling menatap. Aku yang bukan aku mungkin ingin memberontak. Ia sudah jengah berlama-lama memendam kegelisahannya sendiri. Karena biasanya, aku akan cepat-cepat menghalau perasaan itu untuk pergi. Bukankah sebuah ungkapan bijak pernah mengatakan, "simpanlah dukamu untuk sendiri, sebab engkau hanya perlu membagi rasa sukamu untuk orang lain". Berkali-kali, saat pikiran itu muncul dalam waktu-waktu yang tak terduga, maka aku hanya akan cepat-cepat mengalihkannya pada hal lain yang lebih ...