Saya bersuara, kamu???
5 April lalu bisa dikatakan sebagai pecah telor pertamaku untuk melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia. Dikatakan hak karena sebagai anggota dari masyarakat Indonesia, kita mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyuarakan aspirasi kita. Lalu kewajiban, sudah sangat jelas ini adalah salah satu bentuk kewajiban karena kita telah 'menumpang' dengan embel-embel warga negara Indonesia yang mana secara tidak langsung kita memperoleh kewajiban didalamnya.
Meskipun ini adalah pengalaman pertama kali seumur hidup sejak mendapatkan KTP sebagai warga Indonesia beberapa tahun yang lalu, aku bisa membedakan setidaknya secara garis besar bagaimana sistem pemilihan di luar negeri yang berbeda dengan sistem yang ada di Indonesia.
Secara teknis, keunikan yang membedakan antara keduanya terlihat dari proses pemilihan itu sendiri. Jika di Indonesia biasanya kita mencoblos di TPS pada wilayah masing-masing, maka tidak demikian dengan Belanda.
TPS yang ada di Belanda hanya ada satu, dan itu berada di KBRI kota Den Haag. Alhasil, dengan sistem yang seperti ini, maka seluruh warga Indonesia yang berada di Belanda harus datang ke kota Den Haag untuk menyumbangkan suaranya. Aku sendiri yang berada di kota Zwolle harus rela menempuh perjalanan sekitar 2 jam menggunakan kereta untuk bisa sampai di sana.
Lalu menyangkut daerah pemilihan calon legislatif yang tersedia, hal ini juga sangat berbeda dengan Indonesia. Di sini hanya terdapat 1 paket daerah pemilihan, yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Dengan opsi pilihan yang sangat sedikit dan 'asing' bagi masyarakat non Jakarta sepertiku ini, maka hal ini menjadi suatu hal baru sekaligus memberikan tantangan sendiri sebelum melakukan pemilihan. Untungnya pihak KBRI Belanda maupun PPI Belanda yang ada di sini sudah melampirkan berbagai biodata dan sepak terjang calon pemimpin serupa CV yang disebarkan melalui media sosial. Hal ini sangat membantuku untuk jauh-jauh hari memahami dan mengenali calon pemimpin tersebut.
Lalu beralih ke metode pemilihan yang digunakan. Sejauh pengetahuanku akan hal ini, KBRI di Belanda memberikan 2 cara untuk memudahkan masyarakatnya dalam berpartisipasi. Pertama melalui Pos, yang selambat-lambatnya akan diterima oleh pihak KBRI pada 15 April 2014. dan yang kedua adalah dengan cara datang langsung ke TPS pada 5 April 2014, mulai dari pukul 10.00 sampai dengan 17.00 waktu setempat. Kedua cara ini juga tetap memerlukan pendaftaran secara online pada website KBRI untuk dijadikan sebagai daftar pemilih tetap (sebelum November 2013) maupun sebagai daftar pemilih tambahan (sebelum Maret 2014). Aku sendiri karena awalnya masih terlalu santai, jadilah tidak terdaftar dikeduanya karena ternyata pendaftaran secara online telah ditutup. Akan tetapi untuk orang-orang sepertiku yang notabenenya 'terlambat' untuk mendaftar ini, kami masih tetap bisa berpartisipasi memberikan suaranya dengan cara datang langsung ke TPS pada hari H dengan hanya membawa kartu tanda pengenal berupa paspor ataupun surat tugas laksana paspor.
Jika boleh jujur, ada 2 alasan kenapa aku ikut bersuara pada pesta demokrasi tahun ini.
Pertama, karena kesadaran yang terbangun dengan sendirinya saat telah berada jauh dari tanah ibu pertiwi. Sebuah kesadaran yang akhirnya menggerakkan pola pikir tentang betapa berpengaruhnya suara kita dalam hal penentuan masa depan bangsa kedepannya. Sebuah kesadaran yang juga timbul akibat rasa nasionalisme dikalangan minoritas yang aku rasakan saat ini. Meskipun pada dasarnya golput tidak diharamkan, sebagai warga negara yang tinggal dalam lingkup demokratis, maka aku juga tidak mau jika dikategorikan sebagai salah satu orang yang menganut paham civil disobedience.
Alasan kedua yang juga tidak kalah pentingnya dalam mendorong niatku untuk bersuara adalah karena timbulnya rasa keingintahuan yang tinggi terhadap "bagaimana sih proses pemilu diluar negeri?" yang tidak semua warga Indonesia tentunya bisa merasakan hal ini.
Ternyata, setelah mengikuti prosesnya, aku bisa mengatakan bahwa pemilu di sini menyenangkan. Selain bisa untuk menambah pengalaman, aku juga bisa sekaligus bersilaturrahim dengan warga Indonesia lainnya yang terdiri dari berbagai macam kalangan.
Dan mungkin yang bisa sedikit lebih berbeda lagi, nantinya aku bisa berbagi cerita kepada generasi penerusku sambil berkata "dulu ibu pertama kali ikut nyoblos di luar negeri loh. keren kan?" Hahahaha..... ^^
Ternyata, sikapku dan beberapa orang lainnya disini membuahkan hasil. 2 hari setelah hari pemilihan tersebut, tepatnya pada tanggal 7 April 2014 kemarin, pihak KBRI Den Haag menginformasikan melalui portal berita di internet ( http://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-pemilu/14/04/07/) dengan mengatakan bahwa animo masyarakat pada pemilu 2014 ini mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan pemilu 2009. Tercatat 1.092 masyarakat Indonesia yang ada di Belanda menyalurkan aspirasi politiknya dalam pesta demokrasi kali ini.
Waaaaah... senangnya kalau masyarakat kita semakin melek politik begini. Setidaknya kita sudah ikut andil dalam membuat kebijakan. Tidak hanya menggerutu tak beralasan, tapi berpartisipasilah dalam membuat perubahan.
Semoga teman-temanku di Indonesia juga memiliki kesadaran yang sama. Amiiiin.
Yuk bersuara !
Jangan jadikan golput sebagai pilihan kalau kamu memang cinta Indonesia ;)
Meskipun ini adalah pengalaman pertama kali seumur hidup sejak mendapatkan KTP sebagai warga Indonesia beberapa tahun yang lalu, aku bisa membedakan setidaknya secara garis besar bagaimana sistem pemilihan di luar negeri yang berbeda dengan sistem yang ada di Indonesia.
Secara teknis, keunikan yang membedakan antara keduanya terlihat dari proses pemilihan itu sendiri. Jika di Indonesia biasanya kita mencoblos di TPS pada wilayah masing-masing, maka tidak demikian dengan Belanda.
TPS yang ada di Belanda hanya ada satu, dan itu berada di KBRI kota Den Haag. Alhasil, dengan sistem yang seperti ini, maka seluruh warga Indonesia yang berada di Belanda harus datang ke kota Den Haag untuk menyumbangkan suaranya. Aku sendiri yang berada di kota Zwolle harus rela menempuh perjalanan sekitar 2 jam menggunakan kereta untuk bisa sampai di sana.
Lalu menyangkut daerah pemilihan calon legislatif yang tersedia, hal ini juga sangat berbeda dengan Indonesia. Di sini hanya terdapat 1 paket daerah pemilihan, yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Dengan opsi pilihan yang sangat sedikit dan 'asing' bagi masyarakat non Jakarta sepertiku ini, maka hal ini menjadi suatu hal baru sekaligus memberikan tantangan sendiri sebelum melakukan pemilihan. Untungnya pihak KBRI Belanda maupun PPI Belanda yang ada di sini sudah melampirkan berbagai biodata dan sepak terjang calon pemimpin serupa CV yang disebarkan melalui media sosial. Hal ini sangat membantuku untuk jauh-jauh hari memahami dan mengenali calon pemimpin tersebut.
Lalu beralih ke metode pemilihan yang digunakan. Sejauh pengetahuanku akan hal ini, KBRI di Belanda memberikan 2 cara untuk memudahkan masyarakatnya dalam berpartisipasi. Pertama melalui Pos, yang selambat-lambatnya akan diterima oleh pihak KBRI pada 15 April 2014. dan yang kedua adalah dengan cara datang langsung ke TPS pada 5 April 2014, mulai dari pukul 10.00 sampai dengan 17.00 waktu setempat. Kedua cara ini juga tetap memerlukan pendaftaran secara online pada website KBRI untuk dijadikan sebagai daftar pemilih tetap (sebelum November 2013) maupun sebagai daftar pemilih tambahan (sebelum Maret 2014). Aku sendiri karena awalnya masih terlalu santai, jadilah tidak terdaftar dikeduanya karena ternyata pendaftaran secara online telah ditutup. Akan tetapi untuk orang-orang sepertiku yang notabenenya 'terlambat' untuk mendaftar ini, kami masih tetap bisa berpartisipasi memberikan suaranya dengan cara datang langsung ke TPS pada hari H dengan hanya membawa kartu tanda pengenal berupa paspor ataupun surat tugas laksana paspor.
Jika boleh jujur, ada 2 alasan kenapa aku ikut bersuara pada pesta demokrasi tahun ini.
Pertama, karena kesadaran yang terbangun dengan sendirinya saat telah berada jauh dari tanah ibu pertiwi. Sebuah kesadaran yang akhirnya menggerakkan pola pikir tentang betapa berpengaruhnya suara kita dalam hal penentuan masa depan bangsa kedepannya. Sebuah kesadaran yang juga timbul akibat rasa nasionalisme dikalangan minoritas yang aku rasakan saat ini. Meskipun pada dasarnya golput tidak diharamkan, sebagai warga negara yang tinggal dalam lingkup demokratis, maka aku juga tidak mau jika dikategorikan sebagai salah satu orang yang menganut paham civil disobedience.
Alasan kedua yang juga tidak kalah pentingnya dalam mendorong niatku untuk bersuara adalah karena timbulnya rasa keingintahuan yang tinggi terhadap "bagaimana sih proses pemilu diluar negeri?" yang tidak semua warga Indonesia tentunya bisa merasakan hal ini.
Ternyata, setelah mengikuti prosesnya, aku bisa mengatakan bahwa pemilu di sini menyenangkan. Selain bisa untuk menambah pengalaman, aku juga bisa sekaligus bersilaturrahim dengan warga Indonesia lainnya yang terdiri dari berbagai macam kalangan.
Dan mungkin yang bisa sedikit lebih berbeda lagi, nantinya aku bisa berbagi cerita kepada generasi penerusku sambil berkata "dulu ibu pertama kali ikut nyoblos di luar negeri loh. keren kan?" Hahahaha..... ^^
Ternyata, sikapku dan beberapa orang lainnya disini membuahkan hasil. 2 hari setelah hari pemilihan tersebut, tepatnya pada tanggal 7 April 2014 kemarin, pihak KBRI Den Haag menginformasikan melalui portal berita di internet ( http://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-pemilu/14/04/07/) dengan mengatakan bahwa animo masyarakat pada pemilu 2014 ini mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan pemilu 2009. Tercatat 1.092 masyarakat Indonesia yang ada di Belanda menyalurkan aspirasi politiknya dalam pesta demokrasi kali ini.
Waaaaah... senangnya kalau masyarakat kita semakin melek politik begini. Setidaknya kita sudah ikut andil dalam membuat kebijakan. Tidak hanya menggerutu tak beralasan, tapi berpartisipasilah dalam membuat perubahan.
Semoga teman-temanku di Indonesia juga memiliki kesadaran yang sama. Amiiiin.
Yuk bersuara !
Jangan jadikan golput sebagai pilihan kalau kamu memang cinta Indonesia ;)
Comments
Post a Comment