Jika engkau adalah senja

Aku hanya ingin mengejar jingga. Itu saja.
Hanya itu yang bisa kulakukan untuk membagi semuanya pada senja.
Kukayuhkan kakiku pada sepeda hitam dengan corak yang sedikit kecoklatan.
Lagi-lagi aku hanya ingin sampai disana tepat waktu. Tempat dimana aku bisa bercerita pada biru yang berbaur dengan warna penjemput petang. Tempat dimana aku sering terdiam sambil sesekali menormalkan kembali detak jantung yang berdegup kencang akibat kelelahan. Musik, Sebotol air mineral, buku, pulpen, dan kamera. Barang-barang berharga yang selalu mengerti betapa fungsionalnya mereka pada kondisiku yang seperti itu.

Sore kali ini, juga sore-sore di beberapa hari lain sebelumnya, mampu membuatku menarik garis bibir untuk bergerak sedikit keatas. Musim semi yang akan menuju musim panas itu memang cantik. Selalu ada matahari di sana. Ia hadir memberikan rasa hangat yang luar biasa. Memberikan gradasi warna cantik pada setiap penghias biru angkasa.
Aku sangat menyukai moment seperti ini.
Seperti jengah yang tiba-tiba hilang tanpa harus aku ceritakan kepada siapapun. Seperti pekat yang tak perlu ku baur dengan warna apapun untuk bisa menjadikannya putih.
Pada sebuah bangku panjang, diantara tepian sungai, bunga-bunga kecil penghias rumput yang sudah bermekaran, di pinggir jembatan merah yang menghubungkan kota Zwolle dan desa di sebelahnya, aku menikmati hiasan langit sore kali ini.
Kurebahkan tubuhku disana. Sesekali imajinasiku dibawa jauh melampaui angkasa. Menembus lapisan awan putih yang tidak akan pernah bisa terjangkau oleh raga. Ada burung-burung yang mulai berarak pulang menuju sarang, kepulan asap-asap pesawat yang membentuk diagonal silang nan cantik, lalu angin yang menambah semilir sore menjadi sempurna.

Entah harus bagaimana aku mengontrol semuanya. Tiba-tiba saja hanya ada ruang sempit yang tidak aku ketahui dimana celahnya. Mengacaukan fokusku pada apa yang telah aku jalani sejauh ini.
Diam. Menatap lurus kedepan. Sambil sesekali menghela napas perlahan.
Mengapa setan-setan itu jahat ya Allah... :(

Aku berlalu pulang.
Masih dengan engkolan sepedaku tadi, aku menjemput petang.
Dibawah sinar keemasan lampu jalan yang ada di sekitar rel-rel kereta, aku semakin paham. Aku menemukan damai pada senja. Aku tersenyum pada biru angkasa. Aku bercerita pada keduanya.
Dan hanya merekalah yang selalu ada, yang tidak pernah sibuk untuk menyapaku memulai malam.


Comments

Popular posts from this blog

AU PAIR

Words of affirmation

Turkey, dan Yang Perlu Kamu Tahu !