Barat cs Timur
Pernah terfikirkan gak kalau kita sedang menonton film Hollywood, apapun jenisnya itu, kesannya selalu terlihat lebih 'WOW'. Terutama saat kita melihat bagaimana 'maju'nya pola pikir mereka dalam menyikapi suatu masalah, dalam hal ini aku mengkhususkannya pada anak-anak.
Meskipun, pada dasarnya kita semua tahu bahwa sebuah film adalah settingan belaka.
Namun terlepas dari hal itu, yang ingin aku amati lebih jauh disini adalah bagaimana 'sistem' yang terbangun di dunia orang-orang barat memang jauh berbeda dengan kita yang notabenenya lebih berkiblat ke timur.
Tidak semuanya salah, begitu juga sebaliknya, tidak semuanya benar. Pasti selalu ada sisi positif dan negatif yang timbul dari sudut pandang kita dalam melihatnya.
Berada selama hampir 11 bulan di benua biru dan ditambah dalam lingkungan keluarga yang jauh berbeda dengan Indonesia ini, ada banyak hal yang bisa kulihat dan kujadikan pelajaran.
Seperti yang kita ketahui bersama, pembentukan karakter seseorang itu dimulai sejak ia masih kecil. Bagaimana orangtua, lingkungan, pergaulan, serta media sangat mempengaruhi semuanya. Seorang anak biasanya akan lebih cepat menyerap sesuatu dari apa yang ia lihat, bukan dari apa yang ia dengar. Hal ini jelas terefleksikan dari bagaimana komunikasi nonvisual yang biasanya di gunakan oleh orangtua saat berinteraksi kepada anaknya yang masih bayi. Itulah sebabnya mengapa pemberian contoh prilaku yang baik harus dilakukan jauh sebelum sang anak mengerti betul maksud dari ucapan si orangtua. Karena biasanya, mereka akan meniru apa yang dilakukan ketimbang apa yang orangtua katakan.
Jika berkaca pada sisi prilaku tadi, aku pernah menemui seseorang yang kuanggap cukup luar biasa dalam mendidik anaknya. Ia adalah keluarga Indonesia yang tinggal di Belanda.
Sejauh penglihatan dari apa yang kutemui dalam hitungan jam tersebut, aku bisa menyimpulkan bahwa keluarga ini sangat pandai memadu padankan dua culture yang berbeda kepada anaknya, namun ia tetap mampu berjalan beriringan.
Bukan hal yang mudah saat seseorang berada di lingkungan asing namun harus tetap menjunjung prilaku ketimuran yang dimiliki. Ada semacam 'gangguan' yang biasanya turut hadir dan menjadi bayang-bayang pengintainya. Sebutlah itu semacam ancaman halus yang mengatasnamakan penyesuain agar bisa membaur dilingkungan tersebut. Belum lagi toleransi, gotong royong, tenggang rasa, dan berbagai macam sikap lainnya yang tidak terdapat dalam lingkup masyarakat individualis, namun banyak terdapat dalam penjelasan buku Ppkn (Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan) atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Pkn (Pendidikan kewarganegaraan) bangsa Indonesia.
Menjadi salah satu bagian dari masyarakat timur tentu saja membuatku sangat bangga. Aku diajarkan untuk mengenali dan memahami bagaimana sikap kemanusiaan itu terjadi. Namun sempat merasakan menjadi bagian dari masyarakat barat, aku juga sangat bersyukur sekali. Kenapa?
Pertama, ada banyak hal berbeda dari kedua budaya ini yang bisa aku jadikan contoh sebagai tolak ukur pengembangan karakter generasi penerusku (in shaa Allah anak-anakku nanti).
Kedua, adanya sistem yang berbeda dalam pemberian contoh serta aturan main yang juga berbeda dalam implementasi kesehariannya. Tentu saja hal ini menjadi bahan pertimbangan lagi kedepannya.
Mungkin aku bisa menyampaikan contoh ringannya seperti ini.
Sejauh aku tinggal di Indonesia, aku jarang sekali melihat seorang anak yang berada di depan Tv kurang dari 1 jam. Entah itu mereka yang menonton kartun, bermain playstation , atau yang sudah pandai memainkan sosial media. Kebanyakan dari mereka akan betah berlama-lama jika sudah dihadapkan dengan barang yang notabenenya memberikan efek pembodohan secara tidak langsung itu. Parahnya lagi, biasanya orangtua akan cuek terhadap hal tersebut asalkan sang anak tidak rewel atau marah karena keinginannya tidak dipenuhi.
Sedangkan disini (dikeluarga tempat tinggalku), anak-anak dibatasi dalam penggunaan semua media elektronik jika itu belum mencukupi ranah mereka. Penggunaan Tv juga tidak diperbolehkan lebih dari 1 jam dalam sehari. Sisanya, mereka harus melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. (les musik, olahraga, membaca buku, atau bermain ditaman). Jika mereka tidak mau menurut atau marah, kembali ke sistem yang ada. Parents are the bos. they have rules for their children. Orangtua tidak akan membiarkan begitu saja. Mereka akan protect sedemikian rupa sehingga anaknya masih selalu dalam pengawasan.
Ini terlihat dari sistem punishment yang juga sangat ditegakkan. Jika seorang anak bersalah, maka akan ada akibat yang harus dia terima dari sebab yang telah dilakukannya. Inilah salah satu sikap yang pada akhirnya akan mampu memberikan efek jera kepada si anak.
Lalu hubungan kesemuanya dengan pola pikir dan pembentukan karakter si anak tadi apa?
Pasti banyak sekali hubungannya. Bagaimana sistem, gaya, dan cara yang berbeda mampu menghasilkan input yang juga berbeda.
Secara garis besar aku bisa menggambarkan bahwa penempatan nilai-nilai dan pemberlakuan sistem yang pas pada akhirnya mampu membuat mentalitas disegala bidang menjadi lebih baik.
Jadi, dapat dikatakan bahwa perpaduan antara kedua sisi culture tersebut jika digunakan secara tepat dan di mix and match kan secara baik akan menimbulkan karakter yang hebat.
Lagi pula...... tidak selamanya barat dan timur itu tidak bisa menyatu kan? ^^
Meskipun, pada dasarnya kita semua tahu bahwa sebuah film adalah settingan belaka.
Namun terlepas dari hal itu, yang ingin aku amati lebih jauh disini adalah bagaimana 'sistem' yang terbangun di dunia orang-orang barat memang jauh berbeda dengan kita yang notabenenya lebih berkiblat ke timur.
Tidak semuanya salah, begitu juga sebaliknya, tidak semuanya benar. Pasti selalu ada sisi positif dan negatif yang timbul dari sudut pandang kita dalam melihatnya.
Berada selama hampir 11 bulan di benua biru dan ditambah dalam lingkungan keluarga yang jauh berbeda dengan Indonesia ini, ada banyak hal yang bisa kulihat dan kujadikan pelajaran.
Seperti yang kita ketahui bersama, pembentukan karakter seseorang itu dimulai sejak ia masih kecil. Bagaimana orangtua, lingkungan, pergaulan, serta media sangat mempengaruhi semuanya. Seorang anak biasanya akan lebih cepat menyerap sesuatu dari apa yang ia lihat, bukan dari apa yang ia dengar. Hal ini jelas terefleksikan dari bagaimana komunikasi nonvisual yang biasanya di gunakan oleh orangtua saat berinteraksi kepada anaknya yang masih bayi. Itulah sebabnya mengapa pemberian contoh prilaku yang baik harus dilakukan jauh sebelum sang anak mengerti betul maksud dari ucapan si orangtua. Karena biasanya, mereka akan meniru apa yang dilakukan ketimbang apa yang orangtua katakan.
Jika berkaca pada sisi prilaku tadi, aku pernah menemui seseorang yang kuanggap cukup luar biasa dalam mendidik anaknya. Ia adalah keluarga Indonesia yang tinggal di Belanda.
Sejauh penglihatan dari apa yang kutemui dalam hitungan jam tersebut, aku bisa menyimpulkan bahwa keluarga ini sangat pandai memadu padankan dua culture yang berbeda kepada anaknya, namun ia tetap mampu berjalan beriringan.
Bukan hal yang mudah saat seseorang berada di lingkungan asing namun harus tetap menjunjung prilaku ketimuran yang dimiliki. Ada semacam 'gangguan' yang biasanya turut hadir dan menjadi bayang-bayang pengintainya. Sebutlah itu semacam ancaman halus yang mengatasnamakan penyesuain agar bisa membaur dilingkungan tersebut. Belum lagi toleransi, gotong royong, tenggang rasa, dan berbagai macam sikap lainnya yang tidak terdapat dalam lingkup masyarakat individualis, namun banyak terdapat dalam penjelasan buku Ppkn (Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan) atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Pkn (Pendidikan kewarganegaraan) bangsa Indonesia.
Menjadi salah satu bagian dari masyarakat timur tentu saja membuatku sangat bangga. Aku diajarkan untuk mengenali dan memahami bagaimana sikap kemanusiaan itu terjadi. Namun sempat merasakan menjadi bagian dari masyarakat barat, aku juga sangat bersyukur sekali. Kenapa?
Pertama, ada banyak hal berbeda dari kedua budaya ini yang bisa aku jadikan contoh sebagai tolak ukur pengembangan karakter generasi penerusku (in shaa Allah anak-anakku nanti).
Kedua, adanya sistem yang berbeda dalam pemberian contoh serta aturan main yang juga berbeda dalam implementasi kesehariannya. Tentu saja hal ini menjadi bahan pertimbangan lagi kedepannya.
Mungkin aku bisa menyampaikan contoh ringannya seperti ini.
Sejauh aku tinggal di Indonesia, aku jarang sekali melihat seorang anak yang berada di depan Tv kurang dari 1 jam. Entah itu mereka yang menonton kartun, bermain playstation , atau yang sudah pandai memainkan sosial media. Kebanyakan dari mereka akan betah berlama-lama jika sudah dihadapkan dengan barang yang notabenenya memberikan efek pembodohan secara tidak langsung itu. Parahnya lagi, biasanya orangtua akan cuek terhadap hal tersebut asalkan sang anak tidak rewel atau marah karena keinginannya tidak dipenuhi.
Sedangkan disini (dikeluarga tempat tinggalku), anak-anak dibatasi dalam penggunaan semua media elektronik jika itu belum mencukupi ranah mereka. Penggunaan Tv juga tidak diperbolehkan lebih dari 1 jam dalam sehari. Sisanya, mereka harus melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. (les musik, olahraga, membaca buku, atau bermain ditaman). Jika mereka tidak mau menurut atau marah, kembali ke sistem yang ada. Parents are the bos. they have rules for their children. Orangtua tidak akan membiarkan begitu saja. Mereka akan protect sedemikian rupa sehingga anaknya masih selalu dalam pengawasan.
Ini terlihat dari sistem punishment yang juga sangat ditegakkan. Jika seorang anak bersalah, maka akan ada akibat yang harus dia terima dari sebab yang telah dilakukannya. Inilah salah satu sikap yang pada akhirnya akan mampu memberikan efek jera kepada si anak.
Lalu hubungan kesemuanya dengan pola pikir dan pembentukan karakter si anak tadi apa?
Pasti banyak sekali hubungannya. Bagaimana sistem, gaya, dan cara yang berbeda mampu menghasilkan input yang juga berbeda.
Secara garis besar aku bisa menggambarkan bahwa penempatan nilai-nilai dan pemberlakuan sistem yang pas pada akhirnya mampu membuat mentalitas disegala bidang menjadi lebih baik.
Jadi, dapat dikatakan bahwa perpaduan antara kedua sisi culture tersebut jika digunakan secara tepat dan di mix and match kan secara baik akan menimbulkan karakter yang hebat.
Lagi pula...... tidak selamanya barat dan timur itu tidak bisa menyatu kan? ^^
Comments
Post a Comment