Unplanned Vacation #Bukit Jamur

Ini bukan tentang Mahameru, Gunung Fuji, atau bahkan puncak tertinggi Everest. Jejak kaki ini masih terlalu jauh untuk bisa mendaki di ribuan mdpl. Peluh keringat ini juga masih belum cukup untuk meneteskan lebih banyak cairan kelelahan. Tapi kami, menapaki setiap jejak perjalanan bersama-sama. Memahami bahwa sejatinya tidak ada perjalanan yang sia-sia. Sama seperti yang pernah di katakan oleh Ken Ariestyani dalam sajaknya bersama Mahameru. "Kadang kita menemukan teman, sahabat, saudara di tempat yang tidak kita duga. Dan mungkin juga cinta. Tapi yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan itu semua, termasuk cinta. Apa pun bentuknya”.
Lalu cinta kami pada tanah borneo, semakin menjadi di ketinggian bukit Jamur, Bengkayang, Kalimantan Barat. 

Perkenalkan, orang-orang yang masih sama dalam cerita perjalananku di pulau Lemukutan beberapa hari yang lalu. Mahdy, Iky, Wahyu, Zac, Nanda, Weri, Tika, dan Fitri. Mereka adalah teman-teman yang tergabung dalam  komunitas radio streaming Pontianak yang di kenal dengan sebutan Colleger Radio (www.e-campusradio.com). Pertemanan 3 tahun ini ternyata cukup memberi warna yang seharusnya, bahwa terkadang ada hal-hal random dalam hidup yang akan lebih seru jika dihadapi bersama. Salah satunya, hiking.

Pernah mendengar Bukit Jamur yang ada di daerah Bengkayang? Bagi warga Kalimantan Barat, seharusnya nama ini sudah tidak asing lagi. Kekuatan media sosial setidaknya sudah mengantarkan kawasan ini menjadi begitu akrab di telinga. Belum lagi pemberitaan di surat kabar maupun tampilan gambar yang menggiuarkan mata. Though I never came to the Bromo or Mahameru before, I can said that the viewer of this hill is a kinda awesome of that mountain. Serius ! Menyaksikan pemandangan samudera di atas awan, melewati curamnya medan yang harus di tempuh, blusukan melewati hutan-hutan yang diwarnai dengan gemericik air perbukitan yang mengalir jernih, semua bisa dilakukan dari bukit ini. 

Perjalanan menuju bukit ini bisa dilakukan sekitar 2-3 jam pendakian. Tergantung dengan cuaca seperti apa yang dipilih saat mendaki, dan bagaimana memilih jalan untuk bisa sampai di atasnya. Tahu mengapa aku berkata seperti ini?
Pukul 13.00 waktu setempat, aku dan ke-7 temanku tadi nekat untuk memilih tetap mendaki di tengah kondisi cuaca yang mulai memburuk. Awan yang sedikit gelap, waktu pendakian yang tidak tepat, ini dikarenakan kami memilih untuk tidak menginap di sana (at least we must going down before sunset if we wouldn't trapped in the middle of forest at night). But this is me, this is us. Sometime we never thinking twice about the effect in the end. We call us 'The nekat traveler" on that day. Crazy? I knew we did.

Hiking must going on..
Melewati jalan masuk yang berada di samping salah satu sekolah yang ada di Bengkayang (Sekolah Santa, in front of Gereja street), mobil yang kami gunakan melaju memasuki wilayah perkampungan penduduk setempat. Tepat di depan sebuah jembatan gantung, mobil kami berhenti. Of course We will not impose our car for across the river on the little bridge. Dari situ, perjalanan kami di mulai. Berbekal perlengkapan yang super seadanya, kami melangkahkan kaki menyebrangi jembatan gantung tersebut. Lalu rumah-rumah penduduk, persawahan, jalanan berbatu, serta gonggongan anjing di perkampungan, semuanya menjadi teman menarik di awal pendakian. Then the last thing before we got to the up of the hill is.. across the forest. Not a big one, but it's truly a kinda awesome experience.

Baru seperempat perjalanan, tantangan baru datang menghadang. The rain is coming over us in the middle of forest. Bukannya tidak tahu, toh kami juga bisa membaca tanda-tanda alam. Larangan akan turun hujan juga sudah di sampaikan oleh salah satu teman yang bermukim di Bengkayang. Tapi karena niat nekat sudah tidak bisa dihindarkan, hiking still go on. Thought is not all of us, we still has a spirit for going up. 2 diantara teman seperjalanku menyerah di tengah jalan.
"Hujan begini, gak usah di pakasain naik aja sih. udah makin sore juga"
Kami sudah berada di tengah-tengah hutan. Separuh perjalanan juga sudah hampir terlewatkan. Puncak bukit itu juga rasanya sudah semakin dekat terasa. Memilih mundur, artinya menyerah di tengah jalan. Sayangnya, mental kami bukan terlatih untuk itu. Bersama 6 temanku yang lain, kami memilih untuk tetap mendaki. Dalam kondisi hujan !

Hutan sudah berlalu. Suara gemercik air juga sudah mulai hilang dari pendengaran. Kami sampai di titik awal penerangan. Keluar dari rindangnya pepohonan di dalam hutan. Thanks God, You always guide us.
Aku menegadahkan kepala ke atas. Puncak bukit itu kini sudah berada di depan mata. Meski belum dekat, tapi pemandangan indah itu rasanya sudah semakin membayangi semangat kami. Merasakan semilir angin serta tetes hujan yang masih saja jatuh dari langit membuat semangat ini semakin menjadi. Bismillah.. we will got it.

Kini medan yang kami lalui semakin berat. Hanya ada padang ilalang hijau dengan kemiringan 80 derajat dan beberapa batu besar terhampar di depan mata. Yang harus diingat, hujan yang mengiri perjalanan kami hari itu menjadikan kondisi tanah semakin licin. Merayap dan berpegang pada batang-batang ilalang adalah satu-satunya cara agar kami bisa selamat sampai puncak tujuan.

2 diantara kami sampai terlebih dulu di puncak bukit. Aku dan kak Nanda. Kami mendapat tugas untuk memastikan apakah puncak yang kami daki ini adalah benar puncak yang dimaksud. 2 orang 'gila' yang tidak mengenal lelah jika belum sampai di tempat tujuan. 2 orang dengan semangat serupa untuk bisa menaklukan apa yang sudah menjadi target utama. 2 orang dengan tanggal ulang tahun yang sama. Bersamanya lah aku menjejakkan kaki di atas puncak bukit Jamur pertama kali. Dari atas ketinggian bukit itu, kami bisa melihat pemandangan luar biasa yang terpampang di depan mata. Dengan kondisi badan yang sudah tidak kering lagi, kami tersenyum puas. Finally, we got it kak. We've conquered this hill together. What a awesome achievement. Selang 20 menit kemudian, barulah ke-5 temanku yang lain menyusul pencapain ini. Alhamdulillah..

Berada 1 jam diatas bukit, menikmati pemandangan dari ketinggiannya, serta menyatu bersama kabut tebal dan tetes hujan, cukup membuat kami merasa puas dengan apa yang sudah diperjuangkan hingga sampai di atas sana. Pukul 16.00, kami akhirnya memutuskan untuk turun dan pulang. Perkiraan yang mengatakan bahwa menuruni bukit akan jauh lebih mudah dari pada mendakinya tidak selamanya benar. Perjalanan menuruni bukit dengan medan yang seperti itu ternyata jauh lebih sulit untuk dihadapi. Akhirnya, kami baru berhasil keluar sampai di tempat semula mobil di parkirkan sekitar pukul 19.00 malam, tepat saat kumandang adzan isya sudah saling bersahutan. Artinya, kami terjebak melewati hutan dengan kondisi gelap. Tahu bagaimana rasanya? Kami tahu. Resiko yang memang harus di hadapi dengan niat 'nekat' di awal pendakian. But again, this is us.

Pernah mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa, untuk mengenali seseorang lebih dalam, ajaklah ia untuk mendaki bersama, kamu akan tau bagaimana sebenarnya ia.
That's true. Aku belajar dari pendakian ini. Begitu pula ke-6 temanku yang lain.
Pengalaman mendaki bukit kali ini benar-benar memberikan ilmu baru yang luar biasa. Insting, kekompakan, rasa setia kawan, semangat tidak mudah menyerah, serta kepercayaan akan satu sama lain menjadi nilai-nilai berharga dari perjalanan ini.
Dan lagi, di setiap perjalanan yang sudah kulalui, aku selalu percaya bahwa tidak akan ada hal yang sia-sia. Sama seperti kali ini, aku belajar banyak hal. Kami belajar banyak hal.
Thanks God for bring me, and bring us, to another achievement in our life. 

Only those who will risk going too far can possibly find out how far one can go.-T.S.Eliot




Comments

Popular posts from this blog

AU PAIR

Words of affirmation

Turkey, dan Yang Perlu Kamu Tahu !