Turkey, Aku Jatuh Cinta (lagi)

Aku mengagumi sosok ini. Sosok yang dilahirkan ke dunia melalui rahim sempurna seorang ibu paling berbahagia saat itu. 30 September 1976, di sebuah kota besar, Jawa tengah. Sosok ini kian tumbuh dengan karya-karya fantastisnya. Kepiawainnya membingkai kata-kata menjadi begitu indah adalah sihir tersendiri bagi orang-orang sepertiku, juga seperti mereka-mereka yang memiliki kecintaan sama pada dunia fiksi. Tapi tidak, tidak hanya fiksi, aku juga begitu menyukai sebuah cerita tentang traveling. As usual, kalian pasti tahu akan hal ini.

Malam ini, tepat pukul 20.07 di hari Selasa, aku menyelesaikan lembar terakhir dari ratusan halaman yang menjadi saksi kisah perjalanan panjang seorang tokoh terkemuka Turkey, Badiuzzaman Said Nursi. Melalui tangan emasnya, rangakain kata yang mewarnai 578 halaman itu terasa seperti hanya beberapa lembar saja. Meski harus aku akui, perlu beberapa malam untuk menghatamkan buku yang hanya kubaca di saat-saat hendak bersiap di tempat ternyaman ruang istirahatku.
Turkey, entah mengapa selalu indah untuk diselami. Entah mengapa pula aku selalu jatuh cinta dengan negara ini. Bahkan jauh sebelum pertama kali aku menjejakkan kaki di terminal bandara International Ataturk pada 26 Juli 2013 lalu.
Ada begitu banyak jejak-jejak Islam yang berdiri di sana. Ada begitu banyak tempat-tempat bersejarah yang sulit untuk dilupakan begitu saja. Ada dua wajah peradaban berbeda yang berdiri diantaranya. Ada begitu banyak pula tempat-tempat indah nan menarik yang sayang jika hanya di lewatkan begitu saja. Sayang, perjalanan tiga minggu selama di sana dulu hanya mampu mengantarkanku pada tiga kota yang berbeda. Istanbul, Izmit, dan Iznik. Tapi dari tiga kota ini, setidaknya ada banyak kisah yang telah aku lewati.

Buku ini, kembali membuka memori ingatanku akan napak tilas negara paling berpegaruh dalam perjalanan peradaban Islam tempo dulu. Beberapa kota diantaranya bisa aku jamah melalui imajinasi akan tempat-tempat yang dulu juga pernah aku datangi. Beberapa tempat yang sama juga pernah aku datangi. Akan tetapi, beberapa tokoh yang disajikan dalam buku semi fiksi dengan nuansa sejarah ini mampu membuatku semakin mencintai negara yang memiliki 2 wajah berbeda.
Aaah... Kang Abik memang tidak ada matinya ! Berbeda dengan novel-novel sebelumnya yang pernah beliau buat, kali ini buku dengan judul Api Tauhid ternyata mampu memberikan warna baru dalam karya emasnya. Tidak hanya menyajikan romantika yang bernafas islami, beliau juga menghadirkan idiologi post-islamisme yang lebih dalam. Justru menurutku, porsi kedua itulah yang lebih banyak di tonjolkan dalam penuturan ceritanya.
Tentang sosok yang dijuluki sebagai "Sang Keajaiban Zaman", Badiuzzaman Said Nursi. Tentang pemilik otoritas yang justru salah langkah dalam sejarah kepemimpinannya, Mustafa Kemal Ataturk. Tentang strategi siar Islam, pendidikan, pembangunan karakter, perang, penjara, perjalanan hidup, tempat-tempat bersejarah, madrasah, kitab-kitab, tauhid, serta tentang bagaimana islam seharusnya.
Subhanallah... aku semakin mengagumi negara ini. Juga si penulis handal, Habiburrahman El Shirazy !

Mungkin aku tidak seperti mereka, tidak pula sepandai beliau dalam merangkai kata, tidak pula memiliki memori yang super hebat seperti Said Nursi dalam menghapal kata-kata hanya dengan sekali baca, tidak seperti Nuriye, ibunda Said Nursi yang begitu tawadu dengan hapalannya, juga tidak seperti tokoh-tokoh yang Kang Abik ceritakan dalam tulisannya.
Aku adalah orang yang tengah jatuh cinta (lagi) pada negara dengan dua wajah Eropa dan Asia. Tidak hanya dengan tempat-tempat menariknya untuk kembali mengangkat ransel seperti Cappadocia misalnya, tapi juga pada semua isi di dalamnya, serta sejarahnya.
May Allah guide me to another coming time again. and I can't wait for it. Bismillah :)


Comments

Popular posts from this blog

AU PAIR

Words of affirmation

Turkey, dan Yang Perlu Kamu Tahu !